Sandwich Generation: Ketika Bakti Berubah Jadi Burnout
- KANOPI FEB UI
- Aug 22
- 7 min read

Judul Artikel: Socioeconomic and demographic factors modify the association between informal caregiving and health in the Sandwich Generation
Penulis: Elizabeth K Do, Steven A Cohen, and Monique J Brown
Tahun Terbit: 2014
Jurnal: BMC Public Health
Diulas oleh Shaza Kalyla Putri Anwar
Realita perawat Lansia: Antara Dedikasi dan Risiko Pribadi
Masyarakat berusia 65 tahun ke atas di Amerika Serikat diestimasikan akan meningkat dari 34 juta jiwa pada tahun 2006 menjadi 71 juta jiwa pada tahun 2030 mendatang. Kenaikan lansia lebih dari dua kali lipat ini meningkatkan permintaan perawat, khususnya untuk para lansia yang memiliki kondisi kesehatan kronis. Sekitar 25% rumah tangga di Amerika Serikat melimpahkan peran merawat lansia ini kepada perawat informal, yaitu keluarga atau teman terdekat.
Meskipun perawat informal mampu memberikan manfaat ekonomi yang besar—menghemat lebih dari $350 miliar per tahun—ada harga yang harus dibayar oleh perawat itu sendiri. Tanggung jawab merawat ini seringkali menyebabkan stres, yang pada akhirnya berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental.
Sandwich Generation: Satu Tubuh Tiga Beban
Dampak dari perawatan informal sangat terasa pada "generasi sandwich”, yaitu kelompok individu yang secara bersamaan merawat anak-anak mereka dan kerabat lansia. Waktu 24 jam mereka terbagi untuk berbagai peran, mulai dari urusan pekerjaan, mengurus anak, hingga memastikan orang tua mereka terawat.
Banyaknya peran yang perlu diisi mampu menyebabkan penurunan “perhatian” terhadap anak; hubungan dengan pasangan; waktu untuk mengurus kesehatan pribadi; bahkan penurunan rata-rata 6.6 hari untuk bekerja per tahunnya. Pada akhirnya, lebih dari ⅓ perawat informal memilih untuk mengurangi waktu bekerja atau bahkan berhenti secara total. Hal ini mampu mengurangi pendapatan atau potensi tabungan yang dimiliki, hingga akhirnya dapat ‘menghapuskan’ manfaat ekonomi yang diterima.
Meskipun demikian, belum banyak penelitian yang secara spesifik membandingkan kesehatan para sandwich generation ini dengan mereka yang hanya merawat lansia. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan bagaimana hubungan antara tugas merawat dan kesehatan perawat itu sendiri bervariasi, tergantung pada apakah mereka juga merawat anak-anak; faktor ras/etnis; dan status sosial ekonomi.
Data
Peneliti menggunakan data yang tersedia untuk umum dari Behavioral Risk Factor Surveillance System (BRFSS), sebuah survei tahunan yang didanai pemerintah federal dan mewakili populasi orang dewasa (18 tahun ke atas) di Amerika Serikat. Pada tahun 2009, survei ini mengumpulkan data rumah tangga dari seluruh 50 negara bagian, ditambah District of Columbia dan tiga teritori Amerika Serikat. Untuk setiap rumah tangga yang terpilih, satu orang dewasa dipilih secara acak untuk diwawancarai.
Para peneliti kemudian menghapus responden yang tidak memiliki data (missing information) dari variabel yang digunakan.
Tabel 1. Variabel yang Digunakan
Kategori Variabel | Pertanyaan/Indikator Utama | Detail |
Outcome Measurement | "Would you say that in general your health is: excellent, very good, good, fair, or poor?" (Bagaimana Anda menilai kesehatan Anda secara umum?) | Skala Likert dengan 1 mewakili 'excellent' (luar biasa) dan 5 mewakili 'poor' (buruk). |
Exposure Measurement | "During the past month, did you provide any such care or assistance to a friend or family member?" (Apakah dalam sebulan terakhir Anda memberikan perawatan/bantuan kepada teman/keluarga?) | Jawaban 'Ya' atau 'Tidak' untuk menentukan status sebagai caregiver. |
Potential confounders | Usia & BMI | Variabel kontinyu |
Jenis Kelamin |
| |
Rurality | Tertil dari kepadatan penduduk | |
Ras/Etnis | Terbagi ke dalam lima kategori, yaitu:
| |
Pendapatan | Terbagi ke dalam empat kategori, yaitu:
| |
Jumlah Anak di Bawah 18 Tahun | Variabel ordinal dengan tiga kelompok, yaitu:
|
Metode
Dalam penelitian ini, peneliti menguraikan karakteristik responden, seperti data sosial ekonomi, demografi (usia, jenis kelamin), dan kondisi kesehatan mereka. Untuk data berupa angka (usia), peneliti menghitung nilai rata-ratanya. Sementara itu, data berupa kelompok, seperti jenis kelamin, dihitung dengan cara menjumlahkan total responden di setiap kategorinya.
Selanjutnya, peneliti menggunakan metode ordinal logistic regressions untuk menghitung Odds Ratio (OR) seseorang melaporkan kondisi kesehatan yang lebih buruk. Angka OR di atas 1 berarti ada kemungkinan yang lebih tinggi untuk memiliki kesehatan yang buruk, sedangkan angka di bawah 1 berarti kemungkinannya lebih rendah.
Lantas, Bagaimana Hasilnya?
Dari 292.813 sampel, sebanyak 74.135 orang mengidentifikasi diri mereka sebagai perawat (caregivers) dan 216.652 orang bukan perawat. Para perawat (caregiver) memiliki Indeks Massa Tubuh (BMI) yang sedikit lebih tinggi dan rata-rata satu tahun lebih tua daripada bukan perawat.
Sebaliknya, bukan perawat sedikit lebih mungkin untuk memiliki setidaknya satu anak dibandingkan para perawat. Selain itu, para perawat lebih jarang melaporkan kondisi kesehatan yang 'luar biasa' atau 'sangat baik' jika dibandingkan dengan mereka yang bukan perawat.

Berdasarkan tabel 3, ditemukan bahwa hubungan antara menjadi perawat dan kondisi kesehatan dipengaruhi oleh jumlah anak yang dimiliki. Dibandingkan dengan orang yang tidak punya anak, dampak dari menjadi perawat ternyata lebih buruk bagi mereka yang memiliki satu anak (OR = 1.11). Besarnya dampak ini bahkan lebih kuat pada mereka yang memiliki dua anak atau lebih (OR = 1.18). Namun, interaksi antara ras dan status perawat, serta antara pendapatan dan status perawat, ternyata tidak signifikan secara statistik dalam model ini.

Apakah Terdapat Heterogenitas Pengaruh dari Menjadi Perawat pada Kelompok yang Berbeda?
Untuk mendapatkan hasil yang lebih spesifik, peneliti melihat apakah pengaruh menjadi perawat berubah berdasarkan kategori yang telah ditetapkan, yaitu jumlah anak; tingkat pendapatan; dan ras/etnis. Analisis ini dilakukan dengan memisahkan data ke dalam sub-grup tersebut untuk melihat polanya.

Bagaimana Pengaruh Berdasarkan Ras/Etnis?
Berdasarkan tabel 4, hubungan antara menjadi perawat dan kesehatan bervariasi berdasarkan ras/etnis. Secara keseluruhan, ada hubungan yang kecil namun signifikan secara statistik antara menjadi perawat dan kesehatan yang lebih buruk (OR = 1.07). Hasil serupa ditemukan secara spesifik pada kelompok Kulit Putih (OR = 1.10) dan kelompok Lainnya (OR = 1.21). Namun, tidak ditemukan hubungan yang signifikan pada kelompok Kulit Hitam, Asia, atau Hispanik, ketika setiap kelompok ini dianalisis secara terpisah.
Lalu, Bagaimana dengan Pembagian Berdasarkan Jumlah Anak? Apakah Hasilnya Berbeda?
Ketika peneliti mengelompokkan sampel berdasarkan pendapatan, ras, dan jumlah anak secara bersamaan, ditemukan bahwa dampak dari menjadi perawat terhadap kesehatan berbeda. Pada kelompok yang tidak memiliki anak, menjadi perawat tidak memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan mereka. Namun, hasilnya berbeda pada perawat yang memiliki anak. Dampak buruk pada kesehatan terbukti secara statistik pada perawat yang memiliki satu anak, dan juga pada mereka yang memiliki dua anak atau lebih.
Pola yang didapatkan semakin rumit ketika digabungkan dengan faktor lain. Pada kelompok berpenghasilan rendah (kurang dari $25.000 per tahun), semakin banyak anak yang dimiliki seorang perawat, semakin kuat dampak buruknya pada kesehatan. Sebaliknya, pada kelompok berpenghasilan tinggi (lebih dari $75.000 per tahun), menjadi perawat terbukti berdampak buruk pada kesehatan mereka, tidak peduli berapa pun jumlah anaknya. Selain itu, pada kelompok Kulit Hitam, dampak buruk pada kesehatan memang meningkat seiring bertambahnya jumlah anak, tetapi tren ini hanya terbukti signifikan pada mereka yang berpenghasilan menengah (antara $50.000 - $75.000 per tahun).
Terakhir, Bagaimana dengan Kelompok Pendapatan yang Berbeda?
Jika dilihat secara umum, semakin tinggi pendapatan seorang perawat, dampak buruk dari menjadi perawat terhadap kesehatan justru semakin kuat. Tren ini terutama terlihat pada kelompok Hispanik (P < 0.001) dan juga pada kelompok Kulit Hitam (P < 0.001). Sebaliknya, pada kelompok kulit putih, semakin tinggi pendapatan, dampak buruk dari menjadi perawat terhadap kesehatan mereka semakin berkurang.
Bagi para perawat yang tidak memiliki anak atau hanya memiliki satu anak, semakin tinggi pendapatan mereka, dampak buruknya terhadap kesehatan semakin kuat (P < 0.001). Akan tetapi, pada perawat yang memiliki dua anak atau lebih (generasi sandwich sejati), semakin tinggi pendapatan, dampak buruk terhadap kesehatan mereka justru semakin berkurang (P < 0.001(a)).
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa dampak kesehatan dari menjadi perawat tidak bisa disamaratakan. Dampak terburuk secara konsisten dialami oleh 'Generasi Sandwich' yang merawat anak dan orang tua sekaligus. Namun, dampak ini dimodifikasi oleh faktor budaya dan ekonomi yang rumit. “Beban” terasa lebih berat pada kelompok Kulit Putih, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah. Sementara itu, pada kelompok lain, peran pendapatan dan dukungan budaya bisa mengubah dinamika secara signifikan. Hal ini membuktikan bahwa untuk memahami dan membantu para perawat, kita harus melihat kombinasi unik dari beban keluarga, kondisi finansial, dan konteks budaya yang mereka hadapi.
Kesimpulan dari Sudut Pandang Penulis
Struktur demografi Indonesia telah menciptakan panggung yang sempurna untuk fenomena sandwich generation. Kelompok usia produktif, yang hanya mencakup 47,75% populasi, kini harus menopang mayoritas 52,25% penduduk yang terdiri dari generasi muda dan lansia. Kondisi ini secara matematis mempertegas munculnya 'Sandwich Generation' dalam skala masif, sebuah fenomena yang diestimasikan BPS menjerat 71 juta jiwa pada 2020.
Di Indonesia, peran sandwich generation ini ‘didukung’ oleh sebuah budaya/kepercayaan yang mengakar. Narasi luhur "berbakti pada orang tua" seringkali bukan lagi menjadi pilihan, melainkan kewajiban mutlak yang ditanamkan sejak dini, dibayangi ketakutan akan stigma 'anak durhaka' seperti dalam cerita rakyat Malin Kundang. Ironisnya, di saat yang sama, pepatah lawas "banyak anak, banyak rezeki" masih bergema, menciptakan ekspektasi ganda. Padahal, seperti yang ditunjukkan penelitian ini, penambahan tanggung jawab anak justru terbukti memperburuk kesehatan perawat lansia, sebuah realita pahit yang bertabrakan langsung dengan pandangan kultural tersebut. Hal ini menggambarkan bagaimana budaya Indonesia seringkali menutupi realita pahit hingga jutaan individu terjepit di antara kewajiban merawat orang tua dan tanggung jawab membesarkan anak, dengan taruhan kesehatan fisik dan mental mereka sendiri.
Beban budaya ini kemudian berbenturan dengan realita sistemik di Indonesia. Saat ini, biaya hidup terus meroket. Selain itu, jaring pengaman sosial yang belum merata, seperti sulitnya birokrasi layanan kesehatan (misal: BPJS); minimnya fasilitas penitipan lansia (elderly daycare) yang terjangkau; serta minimnya dukungan formal bagi kesehatan mental para perawat informal, mampu menimbulkan pertanyaan:
“apakah nilai luhur ‘berbakti’ justru menjadi beban yang dipikul dalam diam?”
Kita tidak bisa lagi menutup mata dan menganggap pengorbanan ini sebagai hal yang wajar. Kebijakan publik harus mulai melihat Generasi Sandwich bukan sebagai fenomena sosial, melainkan sebagai isu kesehatan masyarakat dan ketahanan ekonomi. Penelitian ini mengingatkan kita bahwa kekuatan sebuah bangsa dibangun di atas fondasi keluarga yang sehat. Jika tulang punggung keluarga, yaitu puluhan juta perawat informal, mulai rapuh karena tekanan yang berlebihan, maka stabilitas sosial dan produktivitas bangsa pun ikut terancam.
“Memastikan mereka yang merawat juga 'dirawat' adalah investasi krusial bagi masa depan Indonesia”



Comments