Kekuatan Janji: Apakah Membuat Janji Mencegah Kebohongan?
- KANOPI FEB UI
- Jul 3
- 7 min read

Judul Artikel : Making a promise increases the moral cost of lying: Evidence from Norway and the United States
Penulis : Mathias Ekström, Kjetil Bjorvatn, Pablo Soto Mota, Hallgeir Sjåstad
Tahun Terbit : 2025
Jurnal : Journal of Economic Behavior & Organization
Diulas oleh Matin Hanafi Wirasena
Peran Janji Dalam Kehidupan Kita
Komitmen informal merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan sosial kita sebagai manusia. Praktik meminta dan membuat janji sudah dilakukan di berbagai budaya yang berbeda sepanjang sejarah. Janji biasanya diungkapkan secara verbal tanpa kontrak atau instrumen legal lainnya. Walaupun tidak tertulis, ketika seseorang berjanji untuk mengatakan kebenaran, kita akan lebih cenderung memercayai mereka. Jadi, karena pentingnya janji dalam menumbuhkan perilaku yang moral di masyarakat, tidak heran peneliti terus mencari bukti ilmiah yang kuat atas jika dan mengapa pembuatan janji mendorong kejujuran.
Mengapa Kita Membuat Janji?
Menurut penelitian, ada dua alasan utama mengapa meminta dan membuat janji memengaruhi kejujuran seseorang. Pertama, memiliki reputasi sebagai seseorang yang dapat dipercaya bermanfaat dalam kehidupan sosial kita, jadi orang-orang bisa menepati janji untuk alasan strategik (Crawford, 1998; Dawes et al., 1977; Tergiman & Villeval, 2023; Vonasch & Sjåstad, 2021). Ini berarti bahwa seseorang mungkin menepati janji bukan atas landasan moral atau karena menepati janji merupakan perilaku yang baik, tetapi karena tindakan mereka dapat dilihat oleh orang lain, yang memungkinkan mereka mendapatkan dampak positif secara jangka panjang dalam bentuk timbal balik dan reputasi yang baik.
Kedua, dalam situasi di mana berbohong memiliki risiko hukuman, membuat janji dapat mengubah persepsi orang atas kemungkinan mereka tertangkap, dan/atau beratnya hukuman jika tertangkap. Misalnya, karena kita sudah berjanji untuk berperilaku jujur, orang lain akan berpikir bahwa kita tidak akan berbohong (atau setidaknya berpikir bahwa peluang bahwa kita berbohong akan lebih kecil). Dalam kasus ini, permintaan janji bisa memengaruhi perilaku orang untuk pencegahan perilaku yang menyimpang (Kajackaite & Gneezy, 2017).
Apa yang Ingin Diteliti?
Dalam artikel ini, para peneliti ingin meneliti bagaimana pembuatan janji dapat memengaruhi perilaku seseorang di luar dua alasan yang disebut sebelumnya; jika seseorang akan tetap jujur ketika tidak ada yang mengawasi, dan tanpa konsekuensi apa pun. Melalui sebuah eksperimen yang dilaksanakan secara daring, para peneliti akan mengamati jika membuat seseorang berjanji untuk mengatakan yang sebenarnya dapat benar-benar mencegah mereka dari berbohong ketika tidak diawasi. Eksperimen tersebut merupakan permainan yang anonim, one-shot (hanya dilakukan sekali tanpa bisa mengulang), tanpa berinteraksi dengan orang lain dan tanpa risiko terdeteksi. Dengan ini, “biaya” atau rasa bersalah yang muncul dari berbohong hanya datang dari hati nurani individu, yang disebut peneliti sebagai the internal moral cost of lying.
Fokus dari penelitian ini berdasarkan cognitive dissonance theory (Aronson, 1992; Festinger, 1957) yang menyatakan bahwa setiap orang termotivasi untuk mempertahankan citra diri yang positif dan konsisten. Akibatnya, ketidakkonsistenan antara standar diri (misalnya, menjadi orang yang kompeten atau bermoral) dan perilaku menciptakan cognitive dissonance; suatu perasaan tidak nyaman dan ingin dihindari. Peneliti berhipotesis bahwa membuat janji akan menambah internal moral cost of lying, yang akan menurunkan tindakan tidak jujur hanya karena alasan psikologis yang ada di dalam setiap individu, mengabaikan faktor eksternal.
Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data, peneliti mengadakan tiga eksperimen secara daring melalui sebuah aplikasi dengan total 7.200 responden dari negara Norwegia dan Amerika Serikat. Pada penelitian ini, tidak dinyatakan secara eksplisit mengapa kedua negara ini dipilih secara spesifik, tetapi bagian literature review dari artikel ini membahas adanya high-trust dan low-trust societies berdasarkan penelitian sebelumnya dari Gächter & Schulz. Sebuah High-trust society adalah negara yang secara umum percaya bahwa orang lain jujur dan berperilaku adil, bahkan tanpa penegakan hukum atau pengawasan yang ketat, sedangkan sebuah low-trust society adalah negara yang cenderung tidak mempercayai orang lain untuk bertindak jujur atau mengikuti aturan tanpa insentif, pengawasan, atau konsekuensi eksternal. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan antara perilaku tidak jujur dan norma-norma moral antara negara-negara yang berbeda, dan bahwa Norwegia merupakan high-trust society yang berbeda secara budaya dan geografis dibanding Amerika Serikat (yang merupakan low-trust society). Maka, para peneliti dari artikel ini memilih untuk memilih kedua negara tersebut karena perbedaan budaya mereka yang mungkin dapat memengaruhi seberapa besar kemungkinan mereka berbohong.
Eksperimen yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan mind game yang memberikan insentif untuk berbohong. Secara sederhana, setiap responden diminta untuk memikirkan satu nomor dari 1 sampai 6 dan sebuah dadu akan dilempar secara digital. Setelah itu, responden diminta untuk mengonfirmasi jika jawaban mereka benar. Jika benar, mereka akan mendapatkan kesempatan untuk memenangkan hadiah sebesar $100. Tetapi, dalam eksperimen tersebut, tidak ada cara bagi peneliti untuk memverifikasi jika responden sesungguhnya benar agar responden tidak merasa harus jujur karena diawasi oleh orang lain, melainkan karena cognitive dissonance yang ada dalam diri mereka sendiri. Jadi, karena peneliti tidak akan bisa melihat siapa saja yang benar-benar jujur, untuk mengetahui berapa banyak orang yang berbohong, peneliti membandingkan peluang menebak benar dengan persentase orang yang mengaku bahwa jawaban mereka benar. Secara matematis, seharusnya hanya 16,7% responden akan benar, karena peluang menebak nomor dadu dengan benar adalah 1/6 (atau sekitar 16,7%).
Responden dibagi menjadi empat kelompok: T0, T1, T2, dan T3. Kelompok T0 merupakan kelompok kontrol, di mana tidak ada pesan yang tampil di layar sebelum eksperimen dimulai. Pada kelompok T1 (dinamakan Promise condition), sebelum eksperimen, responden diminta berjanji untuk jujur dengan mengklik opsi yes atau no yang ditampilkan di layar. Pada T2 (Trust condition), responden hanya ditunjukkan pesan yang mengatakan “we trust you.” Untuk T3 (Promise and Trust condition), responden diminta untuk berjanji dan juga ditunjukkan pesan “we trust you” tersebut. Untuk gambaran yang lebih jelas, tampilan layar eksperimen bisa dilihat pada bagian lampiran di akhir.
Eksperimen ini dilakukan sebanyak tiga kali. Pertama, percobaan dilaksanakan di Norwegia dengan 800 responden dan hanya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu T0 dan T3. Kedua, eksperimen juga dilakukan di Norwegia dengan 1.600 responden, tetapi sekarang juga dengan T1 dan T2 dengan harapan bisa melihat perbedaan efek dari membuat janji dengan hanya mengungkapkan kepercayaan terhadap responden. Eksperimen ketiga dilakukan di Amerika Serikat, dan hampir sama dengan yang kedua. Perbedaannya, untuk responden di Amerika Serikat ini, terdapat juga kondisi tambahan yakni default yes dan default no condition. Ini berarti bahwa untuk beberapa peserta, ketika mereka diminta untuk berjanji untuk jujur, sudah terpilih opsi yes ataupun no terlebih dahulu sebelum peserta memilih.
Seperti yang terlihat di paragraf sebelum ini, terdapat perbedaan sample size antara ketiga eksperimen tersebut. Meskipun tidak tertulis secara eksplisit alasan ukuran sampel yang berbeda ini, perbedaan tersebut mungkin terkait dengan desain dan tujuan penelitian di setiap tahap. Seiring berjalannya eksperimen, para peneliti menambahkan lebih banyak kondisi yang mungkin membutuhkan sampel yang lebih besar untuk mempertahankan signifikansi secara statistik. Misalnya, eksperimen 1 berfungsi sebagai tes awal dari pengaruh janji dengan menggunakan sampel yang relatif kecil yaitu 800 partisipan dan hanya dua kondisi. Namun, eksperimen 2 menguji pengaruh janji dan juga kepercayaan secara terpisah (kelompok T1 dan T2), yang mungkin membutuhkan sampel yang lebih besar. Terakhir, Eksperimen 3 meningkatkan ukuran sampel menjadi 4.800 partisipan di Amerika Serikat untuk mereplikasi temuan sebelumnya di negara yang berbeda dan memperkenalkan kondisi tambahan yang menguji pengaruh dari opsi default yes dan default no. Selain itu, peningkatan jumlah sampel di ketiga eksperimen juga dapat dilihat dari the law of large numbers, karena sampel yang lebih besar mengurangi random error dan meningkatkan reliabilitas uji statistik. Hal ini terutama penting dalam eksperimen 3, yang memperkenalkan kondisi tambahan dan bertujuan untuk menggeneralisasi temuan-temuan ke konteks negara yang berbeda.
Apa yang Ditemukan?
Memulai dari eksperimen 1, berikut grafik yang menunjukkan hasil dari percobaan tersebut.

Dalam eksperimen 1 (Norwegia, N=800), pada kelompok kontrol (T0), 45,3% dari responden mengaku bahwa mereka menebak nomor di dadu dengan benar. Ini jauh lebih tinggi dibandingkan nomor responden yang seharusnya benar, yakni 16,7%, yang berarti 28,6% dari responden berbohong. Namun, pada kelompok T3, 29,0% dari responden mengaku bahwa mereka benar. Ini merupakan penurunan yang signifikan dari 45,3% tadi, yang berarti sekarang hanya 12,3% orang berbohong. Ini menunjukkan bahwa membuat janji dan menunjukkan kepercayaan terhadap responden dapat mengurangi tindakan berbohong secara signifikan.
Untuk eksperimen 2 (Norwegia, N=1,600), pada kelompok kontrol (T0), 36,0% dari responden mengaku bahwa mereka benar. Kelompok yang hanya memberikan janji (T1) mengurangi orang yang mengaku benar ke 28,5%, sementara kelompok yang hanya diberikan kepercayaan (T2) tidak menunjukkan efek signifikan, hanya turun ke 33,0%. Dalam kelompok yang diminta untuk berjanji dan diberikan kepercayaan (T3), responden yang mengaku benar turun ke 30,8% yang juga signifikan. Temuan ini menegaskan bahwa membuat janji saja dapat mengurangi perilaku tidak jujur secara signifikan, hingga 8.5 poin persentase. Pada sisi lain, hanya menambahkan pesan “we trust you” tidak menghasilkan perbedaan yang signifikan.
Bagi eksperimen 3 (Amerika Serikat, N=4,800), pada kelompok kontrol, 48,8% responden mengaku menebak dengan benar. Kelompok T1 dan T2 pada eksperimen ini menunjukkan penurunan ketidakjujuran yang signifikan, dengan responden yang mengaku benar 43,0% dan 43,3% masing-masing (penurunan sekitar 5 poin persentase dari kelompok kontrol). Terakhir, kelompok T3 tidak jauh berbeda dari kelompok kontrol, dengan 45.8% dari responden mengaku benar. Sebagai tambahan, poin penting yang kita harus ketahui adalah ketika kelompok T1 dan T3 diberikan default yes atau default no condition, ketidakjujuran turun lebih sedikit, yang menegaskan bahwa janji tersebut harus dibuat secara aktif oleh peserta agar bisa efektif.
Hasil dari eksperimen 2 dan 3 dianalisis dengan metode regresi ordinary least squares (OLS) dan dirangkum ke tabel 1 yang terlihat sebagai berikut.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian melalui tiga eksperimen yang dilaksanakan, ditemukan bahwa membuat janji mengurangi ketidakjujuran sebanyak 7 poin persentase atau sekitar 25%. Maka dari itu, dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa membuat janji yang sederhana secara aktif mengurangi perilaku tidak jujur dan bahwa efek ini berasal dari internal moral cost of lying yang ada dalam setiap orang alih-alih ketakutan akan hukuman atau reputasi buruk. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa jawaban untuk pertanyaan “Does a promise to tell the truth increase the internal moral cost of lying?” adalah iya.
Pandangan Penulis
Penelitian ini memberikan wawasan yang sangat menarik tentang perilaku kita sebagai manusia yang merupakan makhluk sosial dan peran janji dalam kehidupan sehari-hari kita. Dari perspektif bisnis dan ekonomi, penelitian ini terasa sangat relevan karena ketidakjujuran bukan hanya masalah moral pribadi, tetapi juga masalah yang berulang di dunia profesional yang sering kali dimotivasi oleh insentif keuangan. Hal-hal seperti penipuan perusahaan, penghindaran pajak, dan perdagangan orang dalam menunjukkan bagaimana ketidakjujuran tidak hanya dapat merugikan perusahaan-perusahaan individu tetapi juga merusak kepercayaan konsumen dan stabilitas pasar. Temuan studi ini menunjukkan bahwa janji sederhana dapat mengurangi perilaku tidak jujur, bahkan tanpa penegakan hukum eksternal, menunjukkan kemungkinan intervensi berbiaya rendah yang dapat dilakukan oleh perusahaan di berbagai bidang, seperti kontrak karyawan, pengungkapan keuangan, atau janji perusahaan untuk meningkatkan kejujuran dalam pengambilan keputusan. Meskipun janji saja tidak dapat menghentikan penipuan berskala besar, hal ini menunjukkan pentingnya mengembangkan standar moral internal dalam organisasi sebagai pelengkap dari kerangka kerja hukum dan peraturan yang ada.
Lampiran
Layar 1: Instruksi (Kelompok Kontrol)

Layar 2: Lemparan Dadu

Layar 3: Hasil dari Lemparan Dadu

Layar 4: Formulir Jawaban

Layar instruksi kelompok Promise and Trust

Layar instruksi kelompok Promise

Layar instruksi kelompok Trust

Layar instruksi dengan Default “Yes” condition

Layar instruksi dengan Default “No” condition

Commentaires