DESENTRALISASI: BAGAIMANA PEMERINTAH MEMBAGI KEKUASAAN
- KANOPI FEB UI
- Nov 25
- 7 min read

Sumber: dokpri
Coba ingat-ingat pelajaran PPKN saat kalian masih duduk di bangku SD atau SMP. Kita diajarkan bahwa negara-negara di dunia itu memiliki 2 sistem pemerintahan yang berbeda, yaitu federasi (desentralisasi tinggi) dan kesatuan (sentralisasi tinggi). PPKN mengajarkan bahwa sentralisasi berguna untuk pembangunan perekonomian. Namun, desentralisasi pun memiliki peran dalam meraih objektif tersebut. Di Negara Kesatuan Republik Indonesia sendiri diterapkan sistem otonomi khusus dan pemekaran pada tingkat provinsi, kota, dan kabupaten. Hal ini mengekspos dinamika perdebatan antara sentralisasi vs. desentralisasi yang tidak hitam-putih dalam konteks ekonomi, dan bagaimana perdebatan berpacu pada problema perkembangan sejarah dan ekonomi.
Desentralisasi, atau pengalihan kekuasaan dan tanggung jawab politik dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, bertujuan untuk meningkatkan otonomi dan kemandirian daerah dalam pembangunan jika dilihat dari sisi ekonomi. Relevansi desentralisasi dalam pembangunan ekonomi berkaitan dengan coordination failure atau kegagalan dalam koordinasi, dimana berbagai organisasi tidak mampu berkoordinasi dengan optimal akibat kepentingan sendiri. Dalam konteks pemerintahan, ini berarti koordinasi yang ada antara pemerintah pusat dan pemda tidak dapat melaksanakan pembangunan yang sejalan. Alasan ini menjadi pendorong adanya sentralisasi sehingga pemerintah pusat memiliki kuasa utama dalam perencanaan pembangunan. Sistem ini dapat meredam sentimen regionalisme dan tribalisme sehingga kepentingan nasional selalu diprioritaskan dalam kelanjutan pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, desentralisasi ingin menghilangkan coordination failure dengan menyeimbangkan kepentingan pemda dengan pemerintah pusat. Dengan adanya otonomi daerah, daerah dapat menentukan arah perkembangan dan pembangunan ekonominya tanpa campur tangan atau intervensi dari pemerintah pusat sehingga kepentingan masing-masing daerah dapat terpenuhi. Kebebasan dalam menentukan kebijakan menjadi daya tarik utama desentralisasi kekuasaan di negara dengan keberagaman masyarakat tinggi.
Hal ini mengarah ke pembahasan inti, yaitu pembangunan ekonomi di daerah itu sendiri dibawah sistem yang desentralisasi. Otonomi sudah ada, kebebasan menentukan kebijakan sudah ada, namun apakah daerah memiliki kapasitas atau kemampuan menerapkan kebijakan yang mempan untuk mensejahterakan dan membangun daerah tersebut? Isu ini berkaitan dengan dua pembahasan isu sebelumnya karena apakah dengan adanya otonomi tersebut pemerintah daerah dapat benar-benar mampu melakukan follow-up dengan ekspektasi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Jika sumber daya manusia dan institusi yang sudah ada di daerah tersebut maju maka dapat diekspektasikan bahwa desentralisasi akan membawa manfaat pembangunan yang pesat bagi daerah tersebut (Nugroho & Sujarwoto, 2021, #). Hal ini dapat membuktikan efektivitas desentralisasi untuk mendorong pertumbuhan (Santos et al., 2025, #). Sebaliknya, daerah yang memiliki sumber daya manusia dan kapasitas institusi yang terbatas hanya akan memperburuk inequality yang ada.
Isu lain yang dipertimbangkan dalam menerapkan desentralisasi adalah problema ketidaksetaraan atau inequality, dimana daerah seringkali mengalami pembangunan yang tidak merata akibat berbagai faktor politik, budaya, dan sosial. Di Indonesia yang selama Orde Baru kekuasaan terpusat pada Pulau Jawa dan khususnya Jakarta seringkali muncul narasi bahwa pembangunan saat itu terfokus pada Pulau Jawa saja. Ladang minyak Aceh, misalnya, diapropriasi kan oleh pemerintah pusat melalui Pertamina dimana penghasilannya dialihkan ke anggaran negara (Dawood, 1989). Oleh karena itu terciptalah urgensi untuk meningkatkan desentralisasi terutama pasca Reformasi sebab persepsi kegagalan pemerintah Orba untuk melaksanakan pembangunan ekonomi merata dengan efektif.
Desentralisasi sendiri pun sebenarnya tidak hanya merujuk pada desentralisasi politik. Ada juga desentralisasi fiskal yang berkaitan langsung dengan ekonomi dan desentralisasi administrasi. Namun karena pembahasan desentralisasi secara umum merujuk pada desentralisasi politik maka pembahasan paling utama akan berfokus pada desentralisasi politik. Meskipun begitu, desentralisasi fiskal juga penting untuk mengetahui bagaimana pola pertumbuhan ekonomi daerah berkembang dibawah lepas tangannya pemerintah pusat.
Relasi antara sentralisasi dan desentralisasi yang ada saat ini melibatkan suksesnya suatu negara federasi dengan desentralisasi yang tinggi, yaitu Amerika Serikat. Perkembangan Amerika Serikat yang pesat dalam kurung waktu tidak lebih dari 300 tahun menciptakan kekuatan adidaya yang dinamis dan kaya. Kesuksesan ini juga terlihat di negara federasi besar lainnya seperti Australia. Cerita sukses ini mempengaruhi perkembangan pola pemikiran laissez-faire yang melihat kedua negara ini sebagai contoh teladan dalam pembagian kekuasaan dan memandu pembangunan yang efektif secara bersamaan.
Dampak Desentralisasi Bagi Pembangunan
Seperti yang baru saja disebut, Amerika Serikat dan Australia menerapkan desentralisasi yang tinggi, khususnya dalam bidang politik dan fiskal. Saat pertama berdiri pada akhir abad ke-18, Amerika Serikat melawan arus sentralisasi politik dan fiskal yang ada di Eropa saat itu dengan menerapkan sistem federasi. Sistem federasi di Amerika yang dipengaruhi sistem pemerintahan suku asli Amerika seperti Iroquois dan Haudenosaunee memberdayakan kebebasan dan otonomi pada tingkat negara bagian dibanding dengan pemerintah pusat (Davis, 2023). Hal ini memberikan pemerintah federal fleksibilitas tinggi tanpa harus menghabiskan anggaran untuk pemerintahan negara bagian. Selain desentralisasi politik, desentralisasi fiskal yang diterapkan Amerika meliputi pengalihan sebagian perencanaan anggaran ke pemerintah negara bagian, mengizinkan pemerintah negara bagian untuk meminjam uang dan berdagang tanpa otorisasi pemerintah federal, dan tanggung jawab pendanaan infrastruktur selain pembangunan federal (Baicker, 2012, #). Hal ini memungkinkan untuk setiap negara bagian menjadi spesialis dalam berbagai bidang industri dan perekonomian yang saling melengkapi dengan cara mereka sendiri. Ini berbanding balik dengan negara-negara Eropa saat itu yang mengarah ke sentralisasi, dimana setiap daerah terfokus pada industri manufaktur sehingga menciptakan ketergantungan dengan impor.
Kasus Australia juga memiliki kemiripan dimana berbagai koloni di Australia seperti Australia Selatan, Australia Barat, New South Wales, dan Queensland bersekutu atau membentuk federasi menjadi Persemakmuran Australia (Dixon, 1942). Sama dengan Amerika, Australia mengalihkan kekuasaan di luar Canberra, sehingga masing-masing wilayah Australia memiliki ciri khas sendiri dalam mendorong pertumbuhan ekonomi masing-masing, tetapi memberi kontribusi yang sama pentingnya secara nasional. Dari kedua negara ini, mungkin kita berasumsi bahwa desentralisasi membawa begitu banyak manfaat bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Sistem bagaimana lagi yang bisa membuat suatu negara berkembang begitu pesat secara stabil dan konsisten sehingga masih membuahkan hasil sampai sekarang meski sudah berlangsung selama puluhan bahkan ratusan tahun? Dari contoh Amerika Serikat dan Australia, terciptanya precedent bahwa desentralisasi dapat mengurangi beban pemerintah pusat untuk mendorong pertumbuhan.
Namun pemikiran ini harus didekati dengan sedikit hati-hati, karena meskipun pemerintah pusat cenderung tidak ikut campur politik dan ekonomi kedaerahan di negara tersebut mereka masih memiliki kontrol secara militer dan ekonomi untuk menjaga kestabilan. Sebagai contoh pemerintah federal Amerika memberi pendanaan federal bagi proyek strategis yang seringkali menjadi sumber ketergantungan ekonomi bagi negara bagian yang terlibat. Tanpa adanya pendanaan federal, ekonomi negara bagian seperti Alaska yang berbasis pengeboran gas dan minyak bumi akan lumpuh seketika (Malm, 2015). Sama halnya dengan Tasmania di Australia yang bergantung dengan pendanaan federal untuk menopang sektor pertaniannya (Australian Bureau of Statistics, 2024). Hal ini menunjukkan kuasa pemerintah pusat yang diperlukan agar desentralisasi tidak menciptakan kebebasan dan ketidakbergantungan penuh daerah dari pusat yang dapat menjadi sumber ketidakstabilan dan development inequality.
Setelah bubarnya Uni Soviet pada tahun 1991, pemerintahan Federasi Rusia yang baru menerapkan kebijakan desentralisasi secara intensif sehingga lahirlah provinsi dan komunitas otonom seperti Republik Sakha. Akan tetapi proses desentralisasi tersebut tidak berlangsung dengan lancar sebab Rusia saat itu mengalami krisis ekonomi selama dekade 1990-an meski adanya lepas tangan pemerintah. Konflik seperti Perang Chechnya mengekspos fragilitas proses desentralisasi yang terlalu lebar dan terburu-buru, terutama di saat mayoritas orang Rusia saat itu besar dibawah sistem Soviet yang begitu ketat dan tersentralisasi. PDB per kapita Rusia yang pada tahun 1988 mencapai kisaran ~US$3,600 menurun menjadi ~US$1,300 pada tahun 1999 dan dibarengi dengan menjamurnya ekonomi gelap Rusia yang dikontrol oleh kelompok kriminal (Yushkov, 2015, #). Di tengah krisis inilah lahir sosok Vladimir Putin, yang saat ini berkuasa sebagai autokrat meskipun masih menjaga citra sebagai pemimpin pluralis dari Federasi Rusia. Tema ini pun menjadi umum di negara-negara seperti Afghanistan pra-2021, Meksiko, dan Brazil menunjukkan pentingnya kesiapan dan penurunan kekuasaan yang optimal.
Jadi, Apa yang Bisa Diterapkan di Indonesia?
Indonesia sendiri berpotensi terjebak pada alur yang sama dengan Rusia, dikarenakan sistem yang ada masih sangat tersentralisasi dan juga kepentingan berbagai kelompok masyarakat di Indonesia yang begitu beragam. Praktik pemerintah Amerika dan Australia sendiri mensugestikan bahwa pemerintah pusat masih harus memiliki kuasa yang kuat atas pemda demi menjaga kestabilan. Sama halnya dengan Rusia, Indonesia berurusan atas masyarakat yang secara historis tidak ada hubungan dekat dan bahkan kurang baik. Meski adanya otonomi khusus dan pemekaran, pemerintah pusat masih enggan mengalihkan tanggung jawab politik dan ekonomi kepada pemerintah daerah mungkin untuk alasan yang bagus; kita belum siap berlari jika kita masih belum bisa berjalan. Walaupun begitu, bukankah efisiensi anggaran bisa dilakukan dengan melaksanakan desentralisasi fiskal sehingga tidak memakan APBN @prabowo? Apa sebaiknya kita terapkan saja prinsip desentralisasi ini secara perlahan-lahan terutama dalam penggunaan APBN dan lihat hasilnya bagaimana?
Jadi, bagaimana kita bisa menyeimbangkan antara kepentingan berbagai kelompok masyarakat dalam ambisi pembangunan negara?
References
Australian Bureau of Statistics. (2024, November 20). Australian National Accounts: State Accounts, 2023-24 financial year. Australian Bureau of Statistics. Retrieved November 20, 2025, from https://www.abs.gov.au/statistics/economy/national-accounts/australian-national-accounts-state-accounts/latest-release#south-australia
Bashkaran, T., Feld, L. P., & Schnellenbach, J. (2015, December 22). Fiscal Federalism, Decentralization and Economic Growth: A Meta-Analysis. EconStor, 16(2), 1-37. https://www.econstor.eu/bitstream/10419/127468/1/847215245.pdf
Danyang, X., Zou, H., & Davoodi, H. (1999, March). Fiscal Decentralization and Economic Growth in the United States. Journal of Urban Economics, 45(2), 228-239. Science Direct. https://doi.org/10.1006/juec.1998.2095
Davis, J. (2023, September 21). The Haudenosaunee Confederacy and the Constitution | In Custodia Legis. Library of Congress Blogs. Retrieved November 18, 2025, from https://blogs.loc.gov/law/2023/09/the-haudenosaunee-confederacy-and-the-constitution/
MPR RI. (2021, September 2). Mewaspadai Konflik Afghanistan. MPR RI. Retrieved November 20, 2025, from https://mpr.go.id/berita/Mewaspadai-Konflik-Afghanistan
Nugroho, Y., & Sujarwoto. (2021, December). Institutions, Outputs and Outcomes: Two Decades of Decentralization and State Capacity in Indonesia. Journal of Southeast Asian Economies, 38(3), 296-319. JSTOR. https://www.jstor.org/stable/27096080
OECD, Allain-Dupre, D., Chatry, I., & Moisio, A. (2020). Asymmetric decentralisation: trends, challenges and policy implications. OECD Regional Development Papers, 10(10), 1-37. https://www.oecd.org/content/dam/oecd/en/publications/reports/2020/12/asymmetric-decentralisation_014f1711/0898887a-en.pdf
Putri, H. T., Susetyo, D., Marissa, F., & Sukanto. (2023, January 15). The Effect of Economic Growth, Fiscal Decentralization, Fiscal Stress, and Economic Openness on Regional Inequality. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 20(2), 181-192. https://jep.ejournal.unsri.ac.id/index.php/jep/article/view/19113
Rodrik, D. (1994, March). Coordination failures and government policy: A model with East Asia and Eastern Europe. Journal of International Economics, 40(95), 1-22. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/0022199695013865/pdf?md5=ef5ff5ab1d012aaf30041ad143ff23e8&pid=1-s2.0-0022199695013865-main.pdf
Santos, A. D., Amaral, A. S., & Martins, L. M. (2025, November 11). Implementing Administrative Decentralization In Bobonaro Municipality, Timor-Leste: Human Resource Capacity And Local Governance Challenges. Advances in Social Humanities Research, 3(11), 835-842. https://adshr.org/index.php/vo/article/download/510/487/3750
Suriadi, H., Magriasti, L., & Frinaldi, A. (2023). Sejarah Perkembangan Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Jurnal Media Ilmu, 2(2), 193-210. https://jurnal.umsb.ac.id/index.php/mediailmu/article/download/4974/3468
Yushkov, A. (2015, November 30). Fiscal decentralization and regional economic growth: Theory, empirics, and the Russian experience. Russian Journal of Economics, 1(4), 404-418. https://rujec.org/article/27958/
Balliett, G. C. (1973). Economic Growth in Nineteenth-Century America: A Bibliography for an Inter-Disciplinary American Studies Unit. The History Teacher, 6(4), 575–586. https://doi.org/10.2307/492454
Dawood, Dayan; Syafrizal (1989). "Aceh: the LNG boom and enclave development". In Hal Hall (ed.). Unity and Diversity: Regional Economic Development in Indonesia Since 1970. Singapore: Oxford University Press. ISBN 9780195885637.
Baicker, K. (2012, December). The rise of the states: U. S. fiscal decentralization in the postwar period. Journal of Public Economics, 96(11-12), 1079-1091. https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0047272711000831
Malm, L. (2015, January 8). Which states rely the most on federal aid? | USAFacts. Retrieved November 20, 2025, from https://docs.house.gov/meetings/GO/GO00/20250305/117980/HHRG-119-GO00-20250305-SD039.pdf
DIXON, O. (1942). TWO CONSTITUTIONS COMPARED. American Bar Association Journal, 28(11), 733–735. http://www.jstor.org/stable/25714410