“The essence of government is power; and power, lodged as it must be in human hands, will ever be liable to abuse.” - James Madison
Di kala hari seperti ini, siapa yang tidak kenal dengan PIK 2? Kawasan elit dengan tempat wisata yang selalu viral di media sosial dan ramai akan pengunjung dari seluruh penjuru Jabodetabek. Dengan pantainya yang luas, serta restoran hits yang selalu menjadi kunjungan orang banyak, tempat yang dulunya hanya sekadar rawa-rawa sekarang sudah menjadi salah satu hotspot bagi perekonomian di D.K.I Jakarta. Dipelopori oleh Agung Sedayu Group sebagai developer utama, PIK telah memberikan kontribusi signifikan dalam pembangunan daerah tersebut. Tentunya, semua kemewahan yang dapat dirasakan berasal dari kepintaran sang dalang, yaitu Sugianto Kusuma, atau lebih dikenal dalam kalangan warga sekitar sebagai Aguan.
Pemukiman Pantai Indah Kapuk berdiri pada lahan sebesar 1160 hektar yang dibagi menjadi 2 bagian utama, PIK 1 dan PIK 2. PIK 1 dikembangkan sejak tahun 1992, mencakup sebagian dari Kabupaten Penjaringan, Jakarta Utara, Cengkareng, Jakarta Barat serta kedua pulau reklamasi yaitu Golf Island dan Ebony Island. Sedangkan PIK 2, merupakan proyek ekspansi kota baru yang mencakup lebih dari 2000 hektar pada pesisir utara Banten. Pada awalnya, pembangunan Pantai Indah Kapuk dimulai oleh pengusaha dari Indonesia Ciputra setelah melihat kesuksesan dari reklamasi rawa pada utara Jakarta yang sekarang kita ketahui sebagai Ancol. Namun, tidak lama setelah itu, Krisis Finansial Asia pada tahun 1998 memaksa Ciputra untuk menjual hak pembangunan serta saham yang berhubungan dengan pembangunan PIK. Proyek pembangunan tersebut akhirnya digarap oleh Agung Sedayu Group dan juga Salim Group pada tahun 2002, mengubah fokus pembangunan kawasan PIK menjadi konsep perumahan elit.
Pembangunan area perumahan berkembang pesat dalam 10 tahun berikutnya. Bahkan, pada tahun 2016, Prinsipal Li Realty, Ali Hanafia menyatakan bahwa pertumbuhan properti pada Pantai Indah Kapuk sudah sebanding kawasan Sunter dan Kelapa Gading. Harga tanah per meter persegi sudah mencapai 20 hingga 30 juta pada masa tersebut. Memantik perekonomian sekitar, dibangunnya deretan pertokoan Rukan Bukit Golf Mediterania dan influks penghuni baru mendatangkan uang investor dari berbagai arah. Kesuksesan tersebut membiayai ambisi untuk membangun pulau reklamasi dan juga kota baru yang menyerupai pembangunan BSD city.
Implementasi Proyek Strategis Nasional
Bulan lalu, pada Maret 2024, PIK 2 resmi dijadikan sebagai salah satu dari 14 Proyek Strategis Nasional (PSN) 2025 yang menargetkan pembangunan eco-tourism dan green development pada lahan. Berdasarkan info yang disajikan dalam situs web KPPIP, kategori PSN merangkap percepatan pembangunan pada berbagai objek vital dan juga infrastruktur seperti pembangunan rel kereta antarkota, bendungan, revitalisasi bandara, dan lainnya. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2021 tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional juga menyatakan bahwa badan usaha yang bersifat strategis dalam peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan demi meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan juga bisa menjadi PSN. Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto menjelaskan bahwa PSN PIK 2 diproyeksi akan menciptakan sebanyak 6.235 tenaga kerja langsung dan 13.550 tenaga kerja pengganda. Rp 40 triliun untuk pendanaannya juga ditegaskan akan dilakukan secara swasta tanpa menggunakan APBN. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mendukung proyek pengembangan tersebut karena menilai pertimbangan strategis dalam menciptakan investasi dan meningkatkan daya tarik pariwisata bagi daerah Banten dan sekitarnya. Dilansir dari Kompas (2024), beliau juga menambahkan bahwa, “Tidak ada pertimbangan non teknis (politis) dalam pengambilan keputusan dalam penetapan suatu proyek PSN, semua keputusan melalui hasil kajian yang lengkap dan parameter yang jelas.”
Mengetahui track record pertumbuhan laba yang dialami oleh Agung Sedayu Group dan juga PANI, pemerintah memiliki insentif yang luar biasa untuk mendorong percepatan dari potensi aktivitas ekonomi yang akan berbuah dari kesuksesan mereka. Tercatat bahwa pada 31 Desember 2023, laba emiten kongsi Agung Sedayu Group dan Salim Group menembus 273.6% menjadi Rp 2.15 triliun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp 577.74 miliar. Berdasarkan data dari IDX, hingga April 2024 saham PANI telah menunjukkan kenaikan sebesar 350.22% dalam satu tahun terakhir. Kapitalisasi pasar PANI juga mencapai Rp 83.2 triliun pada maret lalu, semua hal ini menunjuk kepada betapa serius Agung Sedayu dalam menjalankan proyek impian mereka. Sudah tidak mengejutkan lagi jika pembangunan PIK 2 ditargetkan memberikan keuntungan yang astronomik kepada ekonomi Indonesia.
Efek Samping dan Kenyataan
Menjadi Proyek Strategis Nasional mengartikan beberapa hal untuk kawasan PIK 2. Meskipun pembiayaannya dilakukan tanpa APBN, PANI akan mendapatkan kemudahan perizinan dalam rangka mempercepat proses konstruksi serta perolehan izin tanah. PIK 2 memang sudah lama menjadi salah satu mega proyek yang berselang dekat dengan Kementerian PUPR, di mana 23.22 triliun untuk pembangunan Tol Kamal-Teluknaga-Rajeg dengan daerah sekitar juga dibiayai oleh Agung Sedayu dan Salim Group. Peraturan Pemerintah sebelumnya juga menyebutkan bahwa PSN yang dibiayai secara independen akan menerima jaminan pemerintah dalam bentuk kelayakan usaha, KPBU serta risiko politik. Dampak sosial yang muncul dari pelaksanaan PSN juga akan ditangani langsung oleh pemerintah, di mana anggaran tersendiri sudah disiapkan sesuai dengan kapasitas finansial negara.
Menjadi PSN merujuk kepada bagaimana pembangunan PIK 2 akan bekerja lebih erat dengan pemerintah, serta imun dari permainan lobi politik yang berpotensi menghambat perkembangannya. Namun, kita tetap perlu sigap dalam menanggapi efek samping yang muncul dari menjadinya PSN. Dengan banyaknya fasilitas protektif, secara efektif PSN memberikan mereka imunitas terhadap seluruh permasalahan yang mungkin datang kepada mereka. Yang dikhawatirkan adalah bagaimana kebebasan tersebut dapat lama kelamaan menciptakan berita buruk bagi perekonomian Jakarta dan Indonesia.
Kontroversi utama yang dihadapi oleh pembangunan PIK 2 adalah bagaimana mereka telah sebagian besar dari tanah yang dipergunakan untuk pembangunan perumahan merupakan hasil penggusuran dari wilayah desa sekitar. Warga yang kooperatif seperti pada Kampung Tanah Preman diberikan insentif dalam bentuk kavling 5 hektar demi relokasi 3000 jiwa serta pembayaran 1 hingga 3 juta per meter persegi berdasarkan kondisi. Meskipun begitu, SK Budiardjo, Ketua Forum Korban Mafia Tanah Indonesia, menyatakan bahwa, “Sejumlah warga (setempat) menjadi korban pembebasan lahan, dengan modus kriminalisasi dengan tujuan untuk menekan harga lahan murah.” Beliau juga mengungkapkan keprihatinan bahwa status PSN ini akan melegitimasi proses perampasan tanah rakyat. Pembangunan apartemen Tokyo Riverside juga menciptakan kesenjangan yang luar biasa, di mana dinding setinggi 3-4 meter memisahkan Desa Salembaran, Muara, dan Tanjung Burung dari pemukiman elit. Dari sudut pandang pemerintah memang wajar untuk memilih PIK 2 sebagai PSN, tetapi apakah betul proyek tersebut akan meningkatkan pemerataan bagi warga sekitar? Sebagian besar perumahan dan wisata PIK 2 jelas-jelas hanya dapat dinikmati oleh kelas menengah atas saja.
Perilaku Rent Seeking
Keringanan yang dirasakan oleh Agung Sedayu Group dalam mengembangkan PIK 2 dapat termasuk sebagai contoh dari Business Rent Seeking, yaitu perilaku di mana sebuah entitas ingin mendapatkan kekayaan lebih tanpa berkontribusi dalam menciptakan produktivitas. Konsep Rent mengacu kepada sebuah konsep ekonomi yang ditetapkan oleh Adam Smith, yaitu kekayaan yang didapatkan melalui metode yang licik ataupun dengan penggunaan sumber daya yang manipulatif. Berdasarkan Investopedia (2024), rent seeking merupakan hasil dari legislasi politik dan juga pendanaan dari pemerintah, di mana pejabat memiliki kemampuan untuk menentukan regulasi industri dan juga distribusi subsidi yang menawarkan keuntungan ekonomi dengan sedikit atau tanpa timbal balik. Konglomerat lalu dapat melobi pemerintah demi menerima bantuan bagi bisnis mereka yang dituju demi menciptakan kemakmuran. Hibah, proteksi tarif, dan juga kebijakan tertentu dapat memudahkan korporasi tertentu untuk mendapatkan sewa lebih tanpa mempertaruhkan kekayaan sama sekali.
Grafik 1 di atas menggambarkan kegagalan efisiensi dalam pasar monopolis, di mana surplus konsumen pada area diarsir H terhitung sebagai deadweight loss karena pada kenyataannya, surplus produsen ditambahkan melalui hibah atau kelonggaran yang digambarkan pada area T pada grafik. Pembeli akan membayar pada P1 meskipun perusahaan dapat memproduksi pada Q0. Konsep ini dicerminkan dalam bagaimana kenaikan harga yang konsisten pada mayoritas perumahan PIK 2 merupakan upaya untuk mendapat uang sewa lebih, di mana tanpa menambahkan value yang tentu, harga rumah tersebut terus menerus digoreng. Alhasil, tanpa sepengetahuan para konsumen, properti yang dibeli oleh mereka berada pada tingkat harga yang tidak efisien dan justru mengurangi potensi kesejahteraan yang didapatkan dari proyek strategis nasional. Tentunya kenyataan ini terbalik dengan tujuan awal PSN yang ingin mengurangi kesenjangan serta mengembangkan perekonomian yang merata. Bukan hanya PIK saja, para konglomerat Indonesia beresiko mengeksploitasi kebebasan dalam kerja sama dengan pemerintah, mempergunakannya untuk melobikan kekuasaan mereka.
Koridor Sempit dan Munculnya Leviathan
Kulminasi dari permasalahan etis dan juga perilaku rent seeking ini dikhawatirkan dapat menciptakan sebuah oligarki dari pejabat dan juga konglomerat. Masyarakat Indonesia mungkin akan lebih mengenal sosok dari 9 naga yang konon memiliki kekuatan untuk mempengaruhi pasar secara drastis dan bekerja dengan sekongkolan pejabat-pejabat tinggi tertentu. Sebuah artikel oleh Eva Warburton dari Australian National University juga mencatat bahwa periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo telah menempatkan berbagai pengusaha pada kabinet pemerintahan, memperkuat pengaruh sektor swasta dalam pembuatan kebijakan.
Thomas Hobbes, seorang filsuf dari Inggris menggambarkan pembagian kekuatan dari masyarakat dan pemerintah ibarat sebuah naga atau leviathan yang dapat dikontrol. Negara-negara yang memiliki kuasa lebih pada pemerintah digambarkan sebagai Despotic Leviathan, seekor naga yang memiliki kendali yang absolut pada masyarakatnya. Sebaliknya, sebuah negara yang tidak berpemerintah cenderung jatuh ke dalam peperangan, disebut sebagai Absent Leviathan. Tugas utama Indonesia sekarang adalah menjalankan koridor sempit yang berada diantara kedua sisi tersebut, menciptakan yang dinamakan Shackled Leviathan, memberikan kesetaraan antara pemerintah dan juga masyarakat serta menjaminkan kemakmuran. Masalahnya, konglomerat yang predatori merupakan hambatan utama dari terciptanya sebuah shackled leviathan (Acemoglu & Robinson, 2019). Buku The Narrow Corridor: States, Societies, and the Fate of Liberty menyatakan bagaimana para konglomerat dapat memanfaatkan ketiadaan pemerintahan yang kuat untuk memperkaya diri sendiri dengan mengorbankan masyarakat, atau menggunakan kekuasaan pemerintah yang berlebih untuk meneka perbedaan pendapat dan mempertahankan posisi kekuasaan mereka. Gerak-gerik yang dilihat pada berbagai raksasa korporasi Indonesia cenderung menunjuk kepada pola-pola yang tersebut seiring waktu berjalan. Hal-hal seperti menjadinya PIK 2 sebagai PSN menjadi langkah-langkah awal dalam konsolidasi kuasa yang dapat menciptakan polarisasi demi keuntungan tersendiri. Jangan sampai kita terjebak dalam lobang oligarki seperti yang sedang menelan Amerika Serikat dengan hidup-hidup.
Untuk Indonesia, Untuk Masa Depan
Lantas pertanyaannya sekarang bagi pemerintah adalah apa langkah selanjutnya? Apa saja cara-caranya untuk memastikan Indonesia tidak dimakan oleh oligarki melalui ekspansi konglomerat? Secara objektif keuntungan yang didapatkan jauh melebihi resiko yang masih terlihat jauh di mata, tetapi apakah Indonesia akan digagalkan dalam upaya mengekang sang leviathan? Demi merealisasikan shackled leviathan diperlukan sistem check and balances yang mencegah suatu kelompok memperoleh terlalu banyak kekuasaan. Pendidikan juga diperlukan, terutama pada masyarakat Indonesia yang masih tergolong terbelakang dalam pendidikan dan kesadaran tentang potensi penguasaan politik. Namun melihat bagaimana pemerintah terlihat lebih mendukung para konglomerat yang mendanai proyek-proyek negara, akan sulit untuk membentangkan jalan dalam keseimbangan kekuasaan.
Reference:
Hardiyanto, S. (2023, September 20). Sejarah Perkembangan Pantai Indah Kapuk (PIK) Halaman all - Kompas.com. KOMPAS.com; Kompas.com. https://www.kompas.com/tren/read/2023/09/20/163000765/sejarah-perkembangan-pantai-indah-kapuk-pik-?page=all
Romys Binekasri. (2024, March 26). Daftar PSN PIK 2 Aguan! Telan Rp40 T, Ada Golf & Sirkuit, Selesai 2060. CNBC Indonesia; cnbcindonesia.com. https://www.cnbcindonesia.com/market/20240326113817-17-525500/daftar-psn-pik-2-aguan-telan-rp40-t-ada-golf-sirkuit-selesai-2060
Romys Binekasri. (2024, March 25). PIK 2 Milik Aguan Masuk Proyek Strategis Pemerintah, Kenapa? CNBC Indonesia; cnbcindonesia.com. https://www.cnbcindonesia.com/market/20240325091224-17-525033/pik-2-milik-aguan-masuk-proyek-strategis-pemerintah-kenapa
mae. (2024, March 20). Tiba-tiba Masuk Proyek Strategis Jokowi, PIK Dapat Untung Apa Saja? CNBC Indonesia; cnbcindonesia.com. https://www.cnbcindonesia.com/research/20240320133930-128-523646/tiba-tiba-masuk-proyek-strategis-jokowi-pik-dapat-untung-apa-saja
Joniansyah. (2023, August 15). Tak Keberatan Tergusur PIK 2, Warga Kampung Tanah Preman: Kami Sudah Lelah. Tempo; TEMPO.CO. https://metro.tempo.co/read/1760277/tak-keberatan-tergusur-pik-2-warga-kampung-tanah-preman-kami-sudah-lelah?page_num=1
Ibnu Maksum. (2024, April 15). PSN, Modus Perampasan Tanah Rakyat untuk Kawasan PIK 2 - Suara Nasional. Suara Nasional. https://suaranasional.com/2024/04/15/psn-modus-perampasan-tanah-rakyat-untuk-kawasan-pik-2/
What Is Rent Seeking in Economics, and What Are Some Examples? (2024). Investopedia. https://www.investopedia.com/terms/r/rentseeking.asp#citation-1
Financial Times. (2018). @FinancialTimes. The Narrow Corridor — the fine line between despotism and anarchy
Warburton, E. (2024). Private power and public Office: The rise of business politicians in Indonesia. Critical Asian Studies, 1–23. https://doi.org/10.1080/14672715.2024.2334069
Gilens, M., & Page, B. I. (2014). Testing Theories of American Politics: Elites, Interest Groups, and Average Citizens. Perspectives on Politics, 12(3), 564–581. https://doi.org/10.1017/S1537592714001595
Acemoglu, D., & Robinson, J. A. (2019). The narrow corridor: How nations struggle for liberty. Penguin UK.
Observasi Lapangan Primer yang dilakukan pada 19 April 2024
Comments