top of page
Nabilah Claranisa

Avatar and Trust: Navigating the Virtual Landscape of Online Marketplace

Updated: May 23


Judul Artikel : On The Internet You Can Be Anyone: An Experiment On Strategic Avatar Choice In Online Marketplace

Penulis : Diya Abraham, Ben Greiner, Marianne Stephanides 

Tahun Terbit : 2023

Jurnal : Journal of Economic Behavior & Organization

Diulas oleh Nabilah Claranisa 


Peningkatan Rasa Percaya: Transaksi Langsung vs Transaksi Daring

Ketika melakukan transaksi baik secara langsung maupun daring, kepercayaan merupakan salah satu unsur yang penting. Kepercayaan dan kerja sama dapat meningkat seiring berkurangnya jarak sosial seperti mengenal satu sama lain lebih lama, memiliki banyak teman sama, negara yang sama, dan ras yang sama (Glaeser et al., 2000). Pada transaksi langsung, peningkatan kepercayaan dilakukan melalui interaksi berulang secara tatap muka, promosi mulut ke mulut, dan sebagainya. Di sisi lain, terdapat pasar daring dengan jarak spasial dan sosial yang besar, anonimitas, kurang pengawasan hukum, dan tidak adanya interaksi sosial tatap muka yang membuat peningkatan kepercayaan menjadi tantangan khusus. 


Untuk meningkatkan kepercayaan, pasar daring menerapkan sistem feedback dan reputasi yang dinilai efektif dalam memberi insentif perilaku kooperatif (Resnick and Zeckhauser, 2002 dan Bolton et al., 2004). Membangun kepercayaan dan reputasi dilakukan dengan menyediakan lebih banyak informasi tentang penjual atau menggunakan representasi grafis berupa gambar profil/avatar pengguna seperti yang dilakukan eBay, Facebook, dan sebagainya. Eckel dan Petrie (2011) melaporkan bahwa menunjukkan foto mitra transaksi dapat meningkatkan kepercayaan dan kesediaan membayar untuk melihat foto-foto tersebut. 

Terkait dengan representasi grafis, gambar avatar bisa menjadi alternatif efektif menggantikan foto profil (misalnya karena alasan privasi). Dalam percobaan laboratorium, Bente et al. (2008) tidak menemukan perbedaan dalam keberhasilan interaksi, kehadiran sosial yang dirasakan, dan tingkat kepercayaan berdasarkan pengaruh dalam perlakuan dengan komunikasi avatar maupun komunikasi video.


Mengapa Peneliti Menggunakan Avatar Manusia Sebagai Representasi Sosial?

  1. Avatar memungkinkan isolasi efek sosial murni dari representasi grafis terkait isu anonimitas atau daya tarik yang dapat mengganggu desain eksperimental jika menggunakan foto nyata. 

  2. Avatar digunakan secara luas dalam platform daring dan biasanya memiliki efek sosial serupa dengan foto/interaksi tatap muka. Contohnya yaitu eBay mengizinkan avatar sebagai gambar profil, penggunaan avatar dalam game, dan sebagainya.

  3. Peneliti dapat membatasi fitur avatar seperti jenis kelamin, warna rambut, atau pakaian sembari menjaga fitur lain tetap konstan.

  4. Avatar lebih mudah dipilih secara strategis sehingga dapat menjadi alat untuk mempelajari interaksi dalam pasar.



Apa yang Ingin Dibuktikan Oleh Peneliti?

Berdasarkan literatur terdahulu, peneliti menyadari aspek yang seringkali terabaikan adalah representasi sosial dan grafis bisa dipilih secara strategis karena terdapat peluang kompetitor meniru avatar yang secara efektif meningkatkan kepercayaan pembeli.  Oleh karena itu, peneliti merumuskan beberapa hipotesis yaitu:

Hipotesis 1: Menampilkan avatar penjual dapat menghasilkan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi dibandingkan ketika informasi sosial penjual tidak ditampilkan kepada pembeli. 

Hipotesis 2: Mengizinkan penjual secara bebas memilih tampilan avatar mereka akan menghilangkan dampak positif penggunaan avatar di pasar.

Hipotesis 3: Penjual dengan avatar wanita lebih dipercaya dibandingkan penjual dengan avatar pria ketika avatar asli (Genuine Avatar) ditampilkan kepada pembeli. Dengan begitu, kebebasan penjual dalam memilih avatar menyebabkan bias gender dalam pemilihan avatar.


Bagaimana Penelitian Ini Dilakukan?

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan proses analisis data melalui regresi Probit. Eksperimen berupa permainan kepercayaan interaksi penjual-pembeli berdasarkan desain eksperimental Bolton et al (2004) dan dilakukan melalui perangkat lunak oTree (Chen et al, 2016). Eksperimen terdiri dari 30 putaran dengan peran dan pencocokan partner yang terus berubah secara acak menggunakan algoritma Both et.al (2016) untuk memperkirakan sifat interaksi 1x khas di pasar daring. 


Dalam eksperimen, berlaku ECU (mata uang eksperimen) dimana 1 ECU = 1€. Satu dari 30 putaran akan dipilih secara acak dan di akhir eksperimen subjek akan mendapatkan imbalan (mata uang asli) sesuai pendapatan mereka. Eksperimen ini mencakup 3 perlakuan dari sisi penjual–untuk menghindari efek interaksi pemilihan avatar, pembeli tidak diwakili oleh avatar– yang terdiri dari:

  1. No Avatar: pembeli tidak melihat avatar karena penjual tidak memiliki representasi avatar 

  2. Genuine Avatar: pembeli melihat avatar karena penjual memiliki representasi avatar yang dipilih sendiri sebelum mengetahui aturan permainan 

  3. Free Choice: pembeli melihat avatar karena penjual dapat dengan bebas memilih dan mengubah avatar di setiap awal putaran 


Langkah-Langkah Eksperimen

Sebelum eksperimen dimulai, setiap subjek memilih 1 dari 8 avatar yang menurutnya paling mirip dengannya (Genuine Avatar). Peneliti membuat 8 avatar dengan batasan yang mencakup jenis kelamin (pria/wanita), warna rambut (terang/gelap), dan pakaian (informal/formal). Batasan tersebut didasarkan pada literatur terdahulu dan disesuaikan dengan karakteristik para subjek melalui survei daring pra-uji avatar dengan 268 mahasiswa di WU. 

Setelah pemilihan Genuine Avatar, petunjuk akan muncul dan interaksi akan dimulai setelah seluruh subjek membaca instruksi dan menjawab pertanyaan pemahaman singkat terkait aturan permainan. Pada awal putaran, baik penjual/pembeli mendapatkan 5 ECU sebagai hadiah partisipasi. 


Penjual akan menawarkan barang dengan harga 5 ECU. Bagi pembeli, barang tersebut memiliki nilai 7 ECU dan bagi penjual barang tersebut membutuhkan biaya pengiriman (ship) 3 ECU. Pembeli akan selalu memutuskan terlebih dahulu terkait pengiriman uang kepada penjual. Pada saat yang sama penjual akan memutuskan pengiriman (ship) produk (tanpa tahu keputusan pembeli). Dikarenakan produk lebih bernilai bagi pembeli, transaksi akan efisien dan bermanfaat secara sosial, tetapi peluang moral hazard penjual akan menyulitkan pembeli untuk memercayainya. Beberapa kemungkinan transaksi adalah sebagai berikut:

  1. Jika pembeli tidak memberi uang kepada penjual, maka keduanya tetap memiliki 5 ECU dan putaran berakhir.

  2. Jika pembeli memberi uang (beli barang) dan penjual tidak memutuskan pengiriman, maka pembeli menerima 0 ECU (5 ECU - 5 ECU ke penjual) dan penjual menerima 10 ECU (5 ECU + 5 ECU uang pembeli).

  3. Jika pembeli memberi uang (beli barang) dan penjual memutuskan pengiriman, maka pembeli menerima 7 ECU (5 ECU - 5 ECU ke penjual + 7 ECU nilai barang) dan penjual juga menerima 7 ECU (5 ECU + 5 ECU uang pembeli - 3 ECU biaya pengiriman).


Pada akhir setiap putaran, pendapatan penjual dan pembeli akan ditampilkan sebelum putaran selanjutnya dimulai. Setelah menyelesaikan 30 putaran, subjek diminta untuk menjawab kuesioner demografi singkat guna mengevaluasi 8 avatar yang digunakan selama percobaan. Setelah itu, proses pembayaran tunai akan dilakukan dan eksperimen selesai. Rata-rata sesi berlangsung sekitar 45 menit  dan rata-rata pendapatan subjek adalah 10,11€ (Standar Deviasi 2,20) termasuk hadiah partisipasi 5€.


Siapa Saja yang Berpartisipasi Dalam Eksperimen Tersebut?

Peneliti merekrut 344 subjek dari WULABS di WU Wina menggunakan perangkat lunak ORSEE (Grener, 2015). Pembagian subjek ke 3 perlakuan yaitu No Avatar (112 subjek), Genuine Avatar (114 subjek), dan Free Choice (118 subjek). Rata-rata usia subjek adalah 22,9 tahun. Komposisi subjek terdiri dari 63,5% wanita dan hampir seluruhnya berasal dari jurusan Bisnis, Ekonomi, atau Hukum Bisnis. 



Ternyata, Menampilkan Avatar Sebagai Perwakilan Penjual Meningkatkan Kepercayaan, Namun…..

Tabel 1 menyatakan hasil regresi probit terhadap keputusan pembelian dan pengiriman dalam eksperimen dengan menyertakan round untuk mengontrol tren waktu dan robustness test mencakup usia dan jenis kelamin. Hasil regresi menunjukkan, sehubungan dengan keputusan pengiriman penjual, ditemukan efek positif dari menampilkan avatar penjual baik pada Genuine Avatar dan Free Choice. Namun, sehubungan dengan keputusan pembelian, tidak ditemukan efek yang signifikan dari Genuine Avatar dan Free Choice. Temuan ini juga tidak mengubah efek ketika variabel kontrol (male & age) dimasukkan. Meski demikian, serupa dengan eksperimen permainan kepercayaan lainnya seperti Chaudhuri dan Gangadharan (2007) atau Schechter (2007), pada keputusan rata-rata pembelian dan pengiriman ditemukan korelasi positif antara kepercayaan dan keterpercayaan dengan koefisien antara 0,29-0,41 di seluruh perlakuan. 


Karakteristik Avatar Penjual dan Keputusan Transaksi

Terkait pengaruh avatar penjual (Genuine Avatar & Free Choice) terhadap keputusan transaksi, berdasarkan tabel 2 ditemukan bahwa avatar wanita lebih dipercaya karena memiliki efek positif signifikan terhadap keputusan pembelian baik di Genuine Avatar  maupun di Free Choice. Sehubungan dengan keputusan pengiriman, avatar wanita cenderung melakukan pengiriman di Genuine Avatar sedangkan hal sebaliknya berlaku di Free Choice. Namun, pada kasus pengiriman, dampak yang ditemukan tidak signifikan secara statistik.


Perilaku Perubahan Avatar (Free Choice) 

Dalam perlakuan Free Choice penjual cukup sering mengubah avatarnya dengan frekuensi rata-rata sebesar 54%. Sebagai informasi tambahan, pilihan Genuine Avatar pada awal sesi mewakili karakteristik nyata masing-masing penjual seperti subjek wanita (pria) memilih Genuine Avatar sesuai jenis kelamin asli mereka sebesar 98,2% (98,4%). Berdasarkan eksperimen, didapatkan bahwa kemungkinan rata-rata penjual tidak diwakili Genuine Avatar pada putaran tertentu adalah 63%. 


Berdasarkan tabel 4, ditemukan bahwa ketika pembeli tidak melakukan pembelian, kemungkinan penjual mengganti avatarnya adalah 14%. Selain itu, ketika penjual menggunakan avatar wanita maka avatar tersebut cenderung dipertahankan. Selanjutnya, berdasarkan karakteristik avatar pada babak sebelumnya, ditemukan bahwa avatar pria dengan rambut terang dan pakaian formal cenderung mengubah avatar tersebut di putaran selanjutnya. Oleh karena itu, avatar wanita dengan rambut gelap dan pakaian informal lebih sering dipilih untuk mewakili penjual dan lebih dipercaya. Hasil ini juga konsisten dengan hasil kuesioner pasca-eksperimental yang meminta peserta untuk menilai “seberapa dapat dipercaya menurut Anda berbagai avatar tadi?”. 


“Dalam perlakuan Free Choice, pria lebih cenderung mewakili diri mereka melalui avatar wanita, yang juga dinilai lebih dapat dipercaya dan menghasilkan pilihan yang lebih dapat dipercaya.”


Dampak Perilaku Free Choice Terhadap Efek Penggunaan Avatar

Hasil bahwa avatar wanita lebih dipercaya mengindikasikan adanya bias gender dalam pemilihan avatar pada perlakuan Free Choice. Selain itu, dampak positif penggunaan avatar di pasar dapat menjadi kabur atau bahkan berkurang dikarenakan penjual pria (jenis kelamin asli) cenderung merepresentasikan diri mereka (secara strategis) melalui avatar wanita dibandingkan sebaliknya. Di sisi lain, pembeli tampaknya tidak mengantisipasi pilihan strategis ini dan masih lebih memercayai avatar wanita.


“ Pada tingkat agregat, efek positif dari avatar yang secara jujur mewakili penjual terhadap kepercayaan di pasar akan hilang ketika avatar dapat dipilih secara bebas [dan strategis di tiap putaran].”


Penarikan Kesimpulan dari Sudut Pandang Penulis

Ketika melakukan transaksi baik secara langsung maupun daring, kepercayaan merupakan salah satu unsur yang penting. Pada kasus pasar daring, kepercayaan menjadi tantangan tersendiri. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah penggunaan avatar yang diyakini dapat meningkatkan kepercayaan dalam transaksi daring. Namun, penggunaan avatar secara strategis sering luput dari perhatian. 


Melalui eksperimen interaksi penjual-pembeli Abraham et al. penulis memahami bahwa menampilkan avatar penjual sebagai representasi sosial sebelum transaksi dapat meningkatkan kepercayaan dan kerja sama di pasar. Dampak signifikan terlihat pada peningkatan kepercayaan penjual, tetapi tidak begitu terlihat pada perilaku pembeli. Ketika penjual mempelajari perbedaan efek avatar dan memilih avatar secara strategis, dampak positif penggunaannya di pasar menjadi hilang karena representasi menjadi tidak jujur (penjual pria lebih memilih merepresentasikan diri melalui avatar wanita). Perlu diperhatikan bahwa pemilihan strategis ini kemungkinan sulit dicegah pada dunia nyata, kecuali terdapat pembatasan agar pengguna hanya menggunakan profil/avatar yang divalidasi. Selain itu, ternyata avatar perempuan berambut gelap dan berpakaian informal lebih dipercaya yang mengindikasikan adanya bias gender dalam pemilihan avatar secara bebas. 


Di sisi lain, perlu dipahami bahwa penjual eksploitatif baik yang dapat dipercaya/tidak akan memiliki insentif yang sama dalam menentukan avatar secara strategis. Berdasarkan penelitian ini penulis menemukan bahwa tidak ada bukti yang menjelaskan ketika penjual memilih avatar berbeda dari Genuine Avatar atau sering mengganti avatar akan meningkatkan atau justru mengurangi tingkat dapat dipercayanya dibandingkan dengan penjual yang tidak melakukan hal tersebut. Meski begitu, secara keseluruhan temuan dari hasil eksperimen mendukung hipotesis 1 hingga hipotesis 3 yang dirumuskan oleh peneliti.

6 views0 comments

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
bottom of page