top of page
Ranadya Ainaya Putri

The Road More Travelled: Mengapa Memilih Karier yang Konvensional?

“I saw my life branching out before me like the green fig tree in the story…. I wanted each and every one of them, but choosing one meant losing all the rest,” – Sylvia Plath, The Bell Jar

Berjuta kemungkinan akan kehidupan yang dapat kita jalani. Satu keputusan, mengarah kepada keputusan yang lain, hingga kehidupan berjalan dalam satu semesta di antara multisemesta kemungkinan lainnya yang tidak terbatas. Banyak versi dari diri yang ingin diraih, untuk menjadi seorang pelukis, manajer dalam perusahaan bergengsi, hingga menjadi seorang musisi. Namun, seperti apa yang dikatakan oleh ekonomi, kita harus memilih bagaimana memanfaatkan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas. Sayangnya, waktu dan tenaga adalah suatu sumber daya yang tidak bisa ditambah ataupun dibuat kembali. 


Follow your passion” adalah slogan yang sering digunakan untuk mendorong seorang individu agar memilih karier sesuai minat yang mampu membuat hidup mereka lebih bermakna. Minat memang memainkan peran yang besar dalam pemilihan karier (Caldera et al., 2003). Meski begitu, Marathe & Wagani (2022) mengakui tidak hanya aspirasi seorang individu saja, tetapi faktor eksternal seperti budaya, gender, dan kondisi sosio-ekonomi juga turut memengaruhi karier yang pada akhirnya akan dipilih.  Marathe & Wagani (2022) juga menemukan bahwa ketika memilih karier, minat seringkali dikesampingkan karena adanya persepsi ketidakstabilan, ketidakamanan, dan ketidakpastian dalam karier yang tidak biasa. Pada akhirnya, seringkali jalur konvensional-lah yang menjadi jalan keluarnya. Lantas, mengapa hal tersebut terjadi jika ditinjau dari perspektif ekonomi? 


Masa Depan adalah Milik Anda (dan Orang Tua)

Menjadi dokter, pengacara, ataupun akuntan adalah arah karier klasik yang didorong oleh orang tua dalam rumah tangga Asia. Dalam masyarakat yang memiliki kebudayaan kolektivistik—mengutamakan kebutuhan dan tujuan bersama dibandingkan individu, seperti  Indonesia, India, dan kebanyakan negara Asia lainnya, pemilihan karir untuk anak muda dan ekspektasi hasil dari suatu karier tersebut bergantung pada kesesuaian yang dirasakan oleh orang tua (Cheung & Arnold, 2014). Dalam studi yang dilakukan oleh Arulmani (1995), 46 persen dari partisipan memilih karier berdasarkan apa yang diinginkan oleh orang tua, kerabat, atau teman sebayanya. Sementara itu, 24 persen menyatakan bahwa karier yang dipilih merupakan hasil dari pertimbangan masukan orang tua dan keinginan pribadi. Studi tersebut menemukan sedikit sekali individu yang memilih pekerjaan berdasarkan diri mereka sendiri dan apa yang mereka sukai. 


Jika melihat dari pandangan orang tua, pekerjaan yang konvensional, misalnya di bidang medis dan teknik dianggap lebih bergengsi, lebih sukses, dan lebih stabil sehingga mendorong anak-anak mereka untuk memilih karier tersebut (Atkins, 2007; Agarwala, 2008). Pekerjaan konvensional dalam bidang-bidang tersebut kerap kali dikaitkan dengan pekerjaan 9-to-5, stabil, jelas, dan jangka panjang. Karakteristik tersebut jatuh ke dalam kategori pekerjaan standard employment


Standard Employment: Keamanan dari menjadi “Biasa”

Standard employment dapat didefinisikan sebagai pekerjaan penuh waktu, tidak terbatas (jangka waktunya), terdapat hubungan kontrak subordinasi dan bilateral, gaji yang tetap, serta mencakup berbagai tunjangan, utamanya tunjangan sakit dan tunjangan pensiun (International Labour Office, 2016; Edgell 2012). Di lain sisi, pekerjaan yang tidak sesuai dengan karakteristik standard employment disebut sebagai non-standard employment (NSE). Terdapat empat tipe dari NSE: (1) pekerjaan sementara; (2) pekerjaan paruh waktu; (3) pekerjaan agensi sementara dan bentuk-bentuk pekerjaan lain yang melibatkan banyak pihak; serta (4) hubungan kerja yang terselubung dan pekerja mandiri (self-employed) yang dependen (International Labour Office, 2016). Pekerja non-konvensional seperti freelancer, content creator, pekerja dalam sektor kreatif yang jam kerjanya ditentukan berdasarkan tawaran kontrak jangka pendek (gig) seperti musisi, hingga jenis pekerjaan lainnya yang memiliki kontrak temporer termasuk ke dalam kategori NSE.


Berbeda dengan standard employment, pekerja yang tercakup dalam NSE tidak dapat memanfaatkan seutuhnya fungsi dari adanya hubungan kerja dengan pemberi kerja. 


Gambar 1. Berbagai Fungsi dari Adanya Hubungan Kerja

Sumber: International Labour Office (2016), diadaptasi dari Rubery (2015)


Gambar 1 merupakan bagan yang menunjukkan fungsi dari adanya hubungan kerja. Fungsi ini menggambarkan manfaat yang dapat dirasakan oleh pekerja jika memiliki hubungan kerja dengan kontrak yang jelas dan jangka panjang. Di antara berbagai fungsi tersebut, terdapat fungsi employment and income security. Standard employment yang kontrak kerjanya jangka panjang, durasinya tidak terbatas, serta adanya pengaturan waktu jam kerja yang jelas menyebabkan arus pendapatan yang diterima oleh pekerja lebih stabil dan terjamin dibandingkan NSE yang jam kerjanya dapat berubah-ubah dan tidak dapat diperkirakan apakah kontrak kerjanya akan diperpanjang atau tidak. 


Bayangkan Anda adalah seorang musisi atau aktor. Pendapatan dari kedua pekerjaan tersebut hanya akan berbuah apabila Anda mendapatkan tawaran untuk tampil. Lantas, kapan tawaran itu akan hadir? Jawabannya terletak dalam ketidakpastian dari munculnya suatu peluang itu sendiri. Selain pendapatan yang stabil, manfaat lain dari terikat dalam hubungan kerja standard employment adalah tersedianya perlindungan sosial berupa tunjangan-tunjangan yang sering diberikan oleh perusahaan. Meski memberikan stabilitas, apakah pekerjaan yang tidak sesuai passion akan memberikan kepuasan? 


Loss Aversion sebagai Respon akan Ketidakpastian 

Di dalam ilmu mikroekonomi, dijelaskan bahwa individu akan selalu bertindak rasional dan mengambil keputusan yang dapat memaksimumkan kepuasan mereka. Dewasa ini, semakin banyak pula bukti yang mendukung bahwa terdapat adanya hubungan antara passion dan kesejahteraan psikologis, baik di lingkungan kerja maupun di luar pekerjaan (Vallerand et al., 2019). Meskipun merasakan instabilitas dan ketidakpastian finansial, individu yang berkarier berdasarkan passion merasa lebih bahagia dan hidupnya bermakna, kontras dengan individu yang tidak dapat memilih karier sesuai passion di mana ditemukan merasakan ketidakpuasan, frustasi, dan ketidakbahagiaan dalam hidup (O’Keefe et al., 2021). Jika berdasarkan fakta tersebut, bukankah keputusan untuk mengambil pekerjaan yang tidak diminati bertentangan dengan tujuan dari memaksimumkan kepuasan?


Terdapat salah satu konsep yang dapat menjelaskan kondisi tersebut, yaitu Prospect Theory. Teori yang dikemukakan oleh peraih Nobel Ekonomi—Daniel Kahneman menyatakan bahwa dalam situasi yang tidak pasti dan beresiko, seorang individu akan lebih menitikberatkan kepada pilihan yang dapat menghindari kerugian (loss aversion) dibanding pilihan yang memiliki potensi untuk mendapatkan keuntungan. 


Prospect Theory menjelaskan bahwa individu akan menimbang lebih berat outcome yang dianggap pasti, ketimbang hasil yang bersifat tidak pasti. Fenomena ini disebut sebagai certainty effect


Gambar 2. Ilustrasi Prospect Theory

Sumber: Nielsen Norman Group (2016)


Ilustrasi pada Gambar 2, menggambarkan proses pengambilan keputusan seorang individu ketika disuguhi dua pilihan. Meski sejatinya memiliki expected value yang sama, tetapi Prospect Theory mengatakan bahwa individu akan menghindari resiko kerugian dan memilih opsi yang terdapat kepastian keuntungan (Kahneman & Tversky, 1979). Teori ini menunjukan bahwa sejatinya manusia dapat berperilaku secara tidak rasional yang disebabkan oleh adanya bias dari proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu tersebut. 


Dalam konteks memilih karier, kembali bayangkan posibilitas Anda untuk berkarier sebagai aktor. Jika memilih jalan karier di dunia akting, terdapat probabilitas Anda akan menjadi aktor ternama dan memperoleh pendapatan hingga ratusan juta rupiah untuk satu film, tetapi ada pula probabilitas di mana sulit untuk memperoleh satu tawaran film pun sehingga pendapatan hanya di bawah upah minimum. Sementara itu, jika memilih karier dalam korporat asumsikan gaji yang diterima adalah dua digit per bulan. Pendekatan Prospect Theory menyimpulkan bahwa mayoritas akan memilih karier korporat yang memberikan gaji tetap dua digit dibandingkan menjadi aktor, yang mengimplikasikan passion bukan lagi menjadi prioritas ketika dihadapkan dengan perilaku loss averse akibat ketidakpastian.


Berkarier Tidak Sesuai Passion: Produktivitas yang Hilang?

Kepuasan akan karir yang mengikuti passion dapat terefleksikan dari performa dalam bekerja. Umumnya, produktivitas dari individu dilihat dari faktor human capital yang dimiliki. Human capital itu sendiri adalah modal atau value dari seorang pekerja berdasarkan pendidikan, pengalaman, dan kemampuan yang dimilikinya (Investopedia, 2023). Namun, beberapa studi kini menunjukkan bahwa tidak hanya human capital saja, kemampuan non-kognitif—seperti passion, karakter, dan preferensi—juga berperan dalam performa suatu pekerjaan (Bühler, Sharma, & Stein, 2020). 


Passion berperan sebagai suatu stimulan karena mampu membangun antusiasme dan kecintaan untuk meraih tujuan (Pradhan, Panda, & Jena, 2017). Tak hanya itu, passion juga mampu meningkatkan kemampuan kognitif (atau kemampuan intelektual) dari seorang pekerja untuk menyalurkan keahlian relevan yang dimiliki sehingga dapat menyelesaikan pekerjaan tanpa banyak kesalahan (Fredrickson, 1998). Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Ho, Wong, &  Lee (2021), ditunjukkan bahwa  passion mampu menambah masing-masing 5,5 dan 4,8 persen terhadap varians dari variabel perhatian (attention) dan daya serap (absorption) pekerja akan pekerjaan yang dilakukan. Dalam kata lain, ditemukan bahwa passion berpengaruh positif terhadap tingkat keterlibatan (job engagement) seorang individu dan meningkatnya performa dalam bekerja.


Oleh karena itu, sayangnya ketika memutuskan untuk berkarier tidak sesuai passion, produktivitas Anda dapat menjadi tidak optimal jika dibandingkan dengan ketika bekerja sesuai passion. Ketika seseorang mulai merasa tidak bersemangat dengan pekerjaannya, tingkat kinerja mereka akan menurun, dan pada akhirnya mereka lebih memilih untuk berpindah pekerjaan (Robbins & Wilner, 2001). Pada saat inilah, pemilihan karier yang mengutamakan kebahagiaan dan kepuasan mungkin akan dipertimbangkan di atas ketidakpastian akan stabilitas finansial. 


Pada akhirnya, ekonomi adalah sebuah ranah ilmu yang menganalisa  bagaimana manusia membuat pilihan. Pemilihan karier bagi generasi muda—terutama di negara dengan kebudayaan kolektivistik seperti Indonesia tidak terlepas dari pengaruh orang tua dan bagaimana individu tersebut melihat prospek akan masa depannya. Meskipun passion mampu memberikan kebahagiaan dari bekerja, perilaku manusia yang cenderung menghindari kerugian (loss averse) mendorong dipilihnya pekerjaan yang “standar” dan konvensional karena jaminan stabilitas finansial yang mampu diberikannya dalam ruang ketidakpastian akan masa depan. Meski begitu, seiring dengan berjalannya waktu, apabila kurangnya semangat akan pekerjaan yang dimiliki mulai menurunkan kinerja, tidak menutup kemungkinan seorang individu pada akhirnya akan memilih pekerjaan sesuai passion di luar pekerjaan yang konvensional.



Ranadya Ainaya Putri | Ilmu Ekonomi 2022 | Vice Manager Divisi Kajian KANOPI FEB UI 2024/2025 



REFERENSI

  • Agarwala, T. (2008). Factors influencing career choice of management students in India. Career Development International, 13(4). 10.1108/13620430810880844

  • Arulmani, G. (1995). Stressors associated with career related decisions in India. Paper presented at the Biennial Conference of the Indian Association for Child and Adolescent Mental Health, Hyderabad, India.

  • Caldera, Y. M., Robitschek, C., Frame, M., & Pannell, M. (2003). Intrapersonal, familial, and cultural factors in the commitment to a career choice of Mexican American and non-Hispanic White college women. Journal of Counseling Psychology, 50(3). https://doi.org/10.1037/0022-0167.50.3.309

  • Cheung, R., & Arnold, J. (2014). The Impact of Career Exploration on Career Development Among Hong Kong Chinese University Students. Journal of College Student Development, 55(7). 10.1353/csd.2014.0067

  • Harley, A. (2016, June 19). Prospect Theory and Loss Aversion: How Users Make Decisions. Nielsen Norman Group. https://www.nngroup.com/articles/prospect-theory/

  • Ho, V., Wong, S.-S., & Lee, C. H. (2011). A Tale of Passion: Linking Job Passion and Cognitive Engagement to Employee Work Performance. Management Faculty Publications. https://scholarship.richmond.edu/management-faculty-publications/48/

  • Kahneman, D., & Tversky, A. (1979). Prospect Theory: An Analysis of Decision under Risk. Econometrica, 47(2), 263-292. https://doi.org/10.2307/1914185

  • Kenrick, D. T., Griskevicius, V., Sundie, J. M., Li, N. P., Li, Y. J., & Neuberg, S. L. (2009). Deep Rationality: The Evolutionary Economics of Decision Making. Soc Cogn., 27(5).

  • Marathe, A., & Wagani, R. (2022). Role of Passion in Career Choices of University Students: A Mixed Method Study. Journal of Positive School Psychology, 6(5), 109-118.

  • Non-cognitive skills: What are they and why should we care? (2017, May 8). World Bank Blogs. https://blogs.worldbank.org/en/education/non-cognitive-skills-what-are-they-and-why-should-we-care

  • Non-Conventional Career Paths: Exploring New Opportunities Beyond Traditional Jobs. (2023). Learnpact.com. https://learnpact.com/non-conventional-career-paths-exploring-new-opportunities-beyond-traditional-jobs/

  • Non-standard Employment Around the World: Understanding Challenges, Shaping Prospects. (2016). International Labour Office.

  • O'Keefe, P. A., Horberg, E. J., Chen, P., & Savani, K. (2021). Should you pursue your passion as a career? Cultural differences in the emphasis on passion in career decisions. Journal of Organizational Behavior. 10.1002/job.2552

  • Passion vs Money: Should You Choose a Job You Love or One That Pays? (2023). University of the Potomac. https://potomac.edu/should-you-choose-a-job-you-love-or-high-pay/

  • Pradhan, R. K., Panda, P., & Jena, L. K. (n.d.). Purpose, Passion, and Performance at the Workplace: Exploring the Nature, Structure, and Relationship. The Psychologist-Manager Journal. 10.1037/mgr0000059

  • Robbins, A., & Wilner, A. (2001). Quarterlife Crisis: The Unique Challenges of Life in Your Twenties. Penguin Publishing Group.

  • Serrano, M. R. (Ed.). (2014). The Rise of Non-standard Employment in Selected Asean Countries: Between Flexibility and Security. Friedrich-Ebert-Stiftung.

  • Tolentino, L. R., Lajom, J. A. L., Sibunruang, H., & Garcia, P. R. J. M. (2022). The bright side of loving your work: Optimism as a mediating mechanism between work passion and employee outcomes. Personality and Individual Differences, 194. doi.org/10.1016/j.paid.2022.111664.

  • Vallerand, R. J., & Houlfort, N. (Eds.). (2019). Passion for Work: Theory, Research, and Applications. Oxford University Press.

  • What Is the Human Capital Theory and How Is It Used? (2023, September 17). Investopedia. https://www.investopedia.com/ask/answers/032715/what-human-capital-and-how-it-used.asp


67 views0 comments

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
bottom of page