Perang dagang yang berlangsung antar negara-negara besar telah menjadi salah satu isu paling krusial dalam perekonomian dunia, khususnya di era globalisasi. Konflik ekonomi yang melibatkan dua atau lebih negara dengan tujuan untuk melindungi industri dalam negeri melalui tarif, kuota, dan pembatasan lainnya telah membawa dampak yang signifikan terhadap kondisi sosial dan ketenagakerjaan di berbagai negara. Di tengah semakin tingginya batasan untuk melakukan hubungan bilateral bahkan multilateral, dinamika ini turut mempengaruhi pasar tenaga kerja, kondisi sosial, dan tingkat pengangguran suatu negara.Â
Perang dagang sering kali dimulai dengan pemberlakuan tarif tinggi pada barang-barang impor, yang bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan luar negeri. Namun, tindakan ini juga dapat menyebabkan reaksi balasan dari negara-negara lain yang terkena dampaknya dan dapat menyebabkan peningkatan tarif ekspor yang lebih tinggi. Akibatnya, perdagangan internasional mengalami penurunan, sehingga permintaan barang dan jasa menurun, yang pada akhirnya mempengaruhi produktivitas ekonomi global. Hal ini juga terjadi di Indonesia, kegiatan ekspor impor indonesia dari 2020-2021 terjadi penurunan rata-rata sekitar 0.5% di berbagai sektor misalnya manufaktur (World Integrated Trade Solution, 2020).Â
Penurunan permintaan ini berdampak langsung pada pasar kerja. Ketika permintaan menurun, perusahaan-perusahaan akan mengurangi produksi mereka, yang berujung pada penurunan penawaran lapangan pekerjaan. Penurunan ini tidak hanya terjadi di sektor manufaktur, tetapi juga di sektor jasa, yang bergantung pada kesehatan perekonomian secara keseluruhan. Kondisi ini diperparah dengan adanya tekanan terhadap upah pekerja untuk tetap kompetitif di pasar global yang semakin ketat, perusahaan seringkali terpaksa mengurangi biaya produksi, termasuk dengan menurunkan upah pekerja.Â
Selain faktor tersebut, misalnya di Indonesia, terkait indeks ketimpangan gender tahun 2023 tingkat partisipasi angkatan kerja didominasi oleh laki-laki sekitar 84.26% namun data tersebut telah menurun sekitar 0.4 % jika dibandingkan dengan data di 2022 (Badan Pusat Statistik, 2024). Akan tetapi berdasarkan data tersebut menunjukan bahwa tenaga kerja laki-laki masih lebih mendominasi sehingga kesempatan kerja bagi perempuan masih sedikit.Â
Penurunan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat tidak hanya berdampak pada individu dan rumah tangga, tetapi juga pada perekonomian secara keseluruhan. Ketika pendapatan masyarakat menurun, daya beli mereka juga akan ikut menurun. Hal ini akan berdampak negatif terhadap konsumsi rumah tangga, yang merupakan salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Dengan menurunnya konsumsi rumah tangga, permintaan terhadap barang dan jasa di pasar juga akan menurun, yang pada akhirnya memperlambat laju pertumbuhan ekonomi. Rata-rata upah buruh sebesar Rp3.04 juta per bulan di 2024 dengan detail untuk tingkat pendidikan SD (Rp1.9 juta), SMP (Rp2.19 juta), SMA (Rp2.84 juta), SMK (Rp2.89 juta), Diploma I/II/III (Rp3.87 juta) dan Diploma IV, S1, S2, S3 (Rp4.69 juta) dengan tingkat partisipasi tenaga kerja masih didominasi oleh laki-laki yaitu dengan rata-rata gaji Rp3.3 juta sedangkan wanita sekitar Rp2.5 juta. Rata-rata upah buruh Rp3.04 juta perbulan di 2024 tersebut mengalami penurunan sebesar 0.98% di tahun 2022 (Badan Pusat Statistik, 2022) .Â
Penurunan pendapatan ini dapat memperparah tingkat kemiskinan. Masyarakat yang sebelumnya berada di ambang garis kemiskinan akan semakin terdorong ke bawah, sementara mereka yang sudah berada dalam kemiskinan akan semakin kesulitan untuk keluar dari situasi tersebut. Tingginya tingkat kemiskinan akan menimbulkan berbagai masalah sosial, seperti meningkatnya angka kriminalitas, masalah kesehatan, dan rendahnya tingkat pendidikan. Hal ini sesuai dengan data badan pusat statistik mengenai profil kemiskinan indonesia di 2024 mayoritas terdapat di pedesaan sebesar 11.79% dibandingkan di perkotaan yaitu 7.09%. Namun tingkat profil kemiskinan Indonesia di 2024 tersebut telah mengalami penurunan sebesar 3.52% dipedesaan dan 2.75% di perkotaan dari tahun 2023. Hal ini juga diperkuat dengan data dari badan pusat statistik terkait tingkat pengangguran terbuka di Indonesia dari 2023-2024 mengalami penurunan sebesar 11.56% namun tingkat pengangguran terbuka di perkotaan lebih tinggi dari pedesaan (Badan Pusat Statistik, 2024).Â
Pada sektor-sektor yang terdampak langsung oleh perang dagang, perusahaan-perusahaan mungkin terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) untuk menekan biaya dan
bertahan dalam kondisi ekonomi yang sulit. PHK ini tidak hanya meningkatkan angka pengangguran, tetapi juga membebani sistem jaring pengaman sosial yang ada di negara tersebut. Sistem jaring pengaman sosial, seperti asuransi pengangguran dan bantuan sosial, yang pada awalnya dirancang untuk membantu mereka yang kehilangan pekerjaan sementara waktu, kini harus menanggung beban yang lebih berat. Beban ini dapat menyebabkan defisit anggaran yang lebih besar bagi pemerintah, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kestabilan ekonomi makro.Â
Selain itu, perang dagang juga dapat menyebabkan pengangguran struktural, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh perubahan fundamental dalam perekonomian, seperti hilangnya industri atau lapangan pekerjaan tertentu. Pengangguran struktural terjadi ketika keterampilan dan keahlian yang dimiliki oleh tenaga kerja tidak lagi sesuaidengan kebutuhan pasar kerja yang baru. Sebagai contoh, jika perang dagang menyebabkan penutupan pabrik-pabrik manufaktur di suatu negara, maka para pekerja yang sebelumnya bekerja di sektor tersebut mungkin tidak dapat dengan mudah beralih ke sektor lain yang masih bertahan, karena perbedaan dalam keterampilan dan keahlian yang dibutuhkan.Â
Dampak sosial dari perang dagang tidak hanya terbatas pada meningkatnya pengangguran dan kemiskinan. Ketidakpastian ekonomi yang disebabkan oleh perang dagang juga dapat mempengaruhi stabilitas sosial dan politik di suatu negara. Ketika masyarakat merasa tidak aman secara ekonomi, mereka cenderung lebih mudah terprovokasi oleh isu-isu politik yang memecah belah, yang pada akhirnya dapat menyebabkan polarisasi sosial yang lebih dalam.Â
Ketidakstabilan ekonomi dan sosial ini dapat mengarah pada meningkatnya ketidakpercayaan terhadap pemerintah dan institusi-institusi publik lainnya. Ketidakpercayaan ini dapat memperburuk masalah-masalah sosial yang sudah ada,seperti korupsi, ketidakadilan, dan diskriminasi, yang pada akhirnya dapat menghambat upaya pemerintah untuk memulihkan kondisi ekonomi dan sosial pasca perang dagang.Â
Perang dagang merupakan fenomena yang kompleks dengan dampak yang luas terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk pasar tenaga kerja, kondisi sosial, dan tingkat pengangguran. Ketika negara-negara terlibat dalam konflik ekonomi, mereka tidak hanya berisiko merusak hubungan perdagangan internasional, tetapi juga menghadapi
konsekuensi yang serius di dalam negeri, seperti penurunan produktivitas ekonomi, peningkatan pengangguran, dan memburuknya kondisi sosial.Â
Dalam jangka panjang, perang dagang dapat menyebabkan pengangguran struktural, memperburuk kemiskinan, dan membebani sistem jaring pengaman sosial. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang tepat dalam mengelola dampak perang dagang, seperti dengan memperkuat program pelatihan dan pendidikan bagi tenaga kerja, serta memperkuat sistem jaring pengaman sosial untuk melindungi mereka yang paling terdampak.Â
Di tengah meningkatnya batasan untuk melakukan hubungan bilateral dan multilateral, kerjasama internasional tetap menjadi kunci untuk menjaga stabilitas ekonomi global. Negara-negara perlu mencari solusi yang menguntungkan semua pihak melalui dialog dan negosiasi, bukan dengan memperparah konflik melalui perang dagang yangberkepanjangan. Hanya dengan cara ini, kita dapat memastikan bahwa dampak sosial dan ketenagakerjaan dari perang dagang dapat diminimalisir, dan ekonomi global dapat terus tumbuh secara berkelanjutan.
ReferensiÂ
World integrated trade solution (Import Indonesia, 2020)Â
https://wits.worldbank.org/CountryProfile/en/Country/IDN/Year/2020/TradeFlow/Import/P art ner/WLD/Product/all-groupsÂ
World integrated trade solution (Export Indonesia, 2020)Â
https://wits.worldbank.org/CountryProfile/en/Country/IDN/Year/2020/TradeFlow/Export/P art ner/WLD/Product/all-groupsÂ
World integrated trade solution (impor Indonesia, 2021)Â
https://wits.worldbank.org/CountryProfile/en/Country/IDN/Year/2021/TradeFlow/Import/P art ner/WLD/Product/all-groupsÂ
World integrated trade solution (Export Indonesia, 2021)Â
https://wits.worldbank.org/CountryProfile/en/Country/IDN/Year/2021/TradeFlow/Export/P art ner/WLD/Product/all-groups#Â
Indeks ketimpangan gender Indonesia 2024Â
Badan Pusat Statistik Indonesia. (6 Mei 2024). Indeks Ketimpangan Gender. Diakses pada 22 Agustus 2024, dari https://www.bps.go.id/id/infographic?id=970 Indeks ketimpangan gender Indonesia 2022Â
Badan Pusat Statistik Indonesia. (1 Agustus 2023). indeks ketimpangan gender 2022-id. Diakses pada 22 Agustus 2024, dari https://www.bps.go.id/id/infographic?id=884Â
Rata-rata upah buruh per bulan 2024Â
Badan Pusat Statistik Indonesia. Tenaga Kerja Februari 2024 II. Diakses pada 22 Agustus 2024, dari https://www.bps.go.id/id/infographic?id=972Â
Rata-rata upah buruh per bulan 2022Â
Badan Pusat Statistik Indonesia. Tenaga Kerja Agustus 2022 2. Diakses pada 22 Agustus 2024, dari https://www.bps.go.id/id/infographic?id=816
Profil kemiskinan Indonesia 2024Â
Badan Pusat Statistik Indonesia. (1 Juli 2024). Kemiskinan Semester I 2024. Diakses pada 22 Agustus 2024, dari https://www.bps.go.id/id/infographic?id=990 Profil kemiskinan IndonesiaÂ
Badan Pusat Statistik Indonesia. (17 Juli 2023). 001_Kemiskinan Maret 2023. Diakses pada 22 Agustus 2024, dari https://www.bps.go.id/id/infographic?id=883Â
Tingkat pengangguran Terbuka IndonesiaÂ
Badan Pusat Statistik Indonesia. (6 Mei 2024). Tenaga Kerja Februari 2024. Diakses pada 22 Agustus 2024, dari https://www.bps.go.id/id/infographic?id=971
Comments